Review Buku : The King of Attolia |
Judul Buku : The King of Attolia (Sang Raja dari Attolia)
ISBN :
978-979—22-7757-9
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
ke : Pertama (Juni, 2011)
Tebal : 375halaman + cover (1 halaman
catatan penulis + 22 halaman bonus)
_________________________________________________________________________________
Blurb
“Cerdas, seru, dan mengangkan.”
--The Horn Book
Dengan rencana yang cerdik dan kemampuannya sebagai
pencuri, Eugenides menjadi Raja Attolia. Eugenides menginginkan sang ratu,
bukan takhta, tapi dia menemukan dirinya terperangkap di jaring yang dia buat
sendiri.
Kemudian dia menyeret pengawal muda ke tengah-tengah
badai politik. Costis yang tahu dirinya hanyalah korban raja yang pikirannya
berubah-ubah itu, tapi ketidaksukaannya pada Eugenides berganti rasa hormat
yang diiringi gerutuan. Kendati bergulat dengan takdir barunya, Raja yang baru
dinobatkan ini lebih dari yang terlihat. Dengan segera anggota Kerajaan Attolia
yang busuk akan mengetahui bahwa intrik mereka yang licik dan berbahaya
bukanlah tandingan Eugenides.
Lanjutan Sang Pencuri dari Eddis—The Thief, dan Sang Ratu
dari Attolia—The Queen of Attolia
_________________________________________________________________________________
WASPADA----AREA PENUH SPOILER---
Sejujurnya, buku yang langsung saya baca pasca
mengetik post tentang Review Buku Kedua : The Queen of Attolia ini, saya baca dengan
sedikit terburu-buru, karena ingin segera mengetahui kelanjutan kisah pujaan
hati, Eugenides. Meski begitu saya cukup yakin bahwa saya tidak
kekurangan esensi dari buku ini.
Hanya saja, saya harus mengakui bahwa saya cukup sedih
mendapati buku yang beberapa kali berpindah tangan sebelum saya baca ini tidak
hanya terkena jamur pasca banjir di daerah tempat tinggal saya namun
juga penuh dengan noda tangan berminyak yang membolak-balik buku, juga ada
bekas tekanan tangan basah ketika menahan lembaran buku saat dibaca. Belum lagi
kerusakan dihalaman terakhir yang penuh guratan-guratan.
Saya terpaksa mengakhiri membaca buku ini dengan penuh
kesedihan akibat kondisi buku, juga kenyataan bahwa saya belum menemukan seri
lanjutannya. Beberapa menyarankan saya membeli via Amazon, hanya saja
saya tidak memiliki metode pembayaran (?) yang dibutuhkan. Oleh karena
itu, meski sudah tau sejak beberapa post yang lalu (?) saya tidak dapat
memilikinya. Sekedar tambahan, serial panjang ini ditutup pada buku ke-enam yang terbit tahun ini, oleh Meghan W. Turner, setelah hiatus yang panjang.
Ok, langsung saja masuk ke area spoiler yang
sebenarnya..
Awal membaca buku ini, saya tak lagi kaget dengan POV (Point
of View) orang ketiga. Memang ada kelebihannya sih, karena saya bisa
menjawab banyak hal yang sering kali saya tanyakan ketika membaca sebuah cerita
dengan POV orang pertama. Meski begitu saya cukup kaget dengan adanya Prolog.
Dan lebih heran lagi, kenapa prajurit yang diceritakan pada bagian akhir prolog
harus memulai bab sesungguhnya kisah ini.
Hanya saja pada akhirnya saya cukup puas karena tepat
seperti dugaan saya, kalau buku ke tiga dari Queen’s Thief series
ini akan memuat romansa antara Gen dan Irene, Raja
dan Ratu Attolia. Meski harus saya akui bahwa buku ini lebih banyak menyorot Costis,
seorang pengawal muda dari keluarga petani yang diseret Eugenides masuk dalam
rencananya. Saya akui bahwa karena kebencian Costis diawal cerita terhadap
Eugenides membuat saya kesal, terutama ketika mendapati bahwa Costis
diceritakan agak terlalu banyak di buku ini.
Keberadaan Costis, Relius, Teleus, Sejanus, dan
keseluruhan Attolia membuat saya jengkel, dan marah di saat yang
bersamaan. Saya benci pikiran mereka tentang Eugenides yang mencoba mencuri
takhta kepemimpinan Attolia, atau dia adalah raja boneka yang dimainkan Eddis. Saya
bahkan juga benci ketika mereka berpikir Eugenides hanyalah alat dari ratu
mereka, sehingga mereka harus sedikit menyeganinya.
Memang pada akhirnya Eugenides menunjukkan dirinya yang
sebenarnya. Sehingga dengan begitu, Costis, para Ajudannya, Relius, Teleus, dan
seluruh prajurit Attolia mengetahui siapa Eugenides yang sesungguhnya. Memang, untuk terlepas dari penilaian sepihak oleh orang lain, kita perlu membuktikan diri sendiri. Tidak hanya agar mereka bungkam, namun juga agar kita bisa berbuat lebih terhadap diri sendiri.
Saya sangat heran, kenapa tak satupun yang menyadari
bahwa raja dan ratu mereka itu saling mencintai. Apa hanya karena Eugenides dan
Ratu Attolia tinggal di paviliun istana yang berlainan, lantas mereka pikir
raja dan ratu tak sedekat itu? Seolah mereka lupa kalau Eugenides pernah
berkeliaran di seluruh penjuru istana tanpa diketahui siapapun, kecuali jika ia
memberikan tanda. Meski kehilangan satu tangan tapi harus diakui kalau Eugenides
tetap berhasil mencuri apa yang dia mau. Dia bahkan bisa mencuri Ratu Attolia (dalam
makna harfiah), ketika ia mengupayakan perdamaian antara Eddis dan
Attolia, ketika ia akhirnya mengungkapkan perasaan sesungguhnya kepada si
pencuri.
Oya, saya cukup puas ketika Costis dengan matanya sendiri
melihat Eugenides menangis, ada sesuatu
pada tangisannya. Klimaks pergolakan hati Costis adalah ketika dia menemukan
rencana pembunuhan terhadap raja, dan berusaha keras menyelamatkan raja, bahkan mendoakan hal tersebut pada dewa-dewi
yang ia percaya, meski karena dia terlalu gegabah Eugenides terluka cukup parah
dan hampir saja tewas L
Kebersamaan Eugenides dan Irene-lah yang menjadi bagian
paling sering membuat saya tersenyum. Cara berbicara Gen pada Irene, sikap
Irene, sifat kekanakan Gen, kesabaran Irene, manja-nya Gen terhadap Irene, dan
semuanya. Namun, meskipun Irene percaya pada Eugenides, dan mereka selalu
romantis dengan cara mereka sendiri, Eugenides tetap saja takut pada Ratu
Attolia itu. Yah, bisa dibilang sesuai dengan usia mereka, dimana Gen lebih muda dibandingkan Irene. Hal yang jelas, bahwa tak mudah melupakan kenangan buruk ketika
seseorang yang kau cintai dengan dinginnya membuatmu kehilangan sebelah tangan
dan mengalami trauma mental berkepanjangan.
Saya jadi teringat bagian lucu ketika sang ratu
menawarkan Gen untuk meminum anggur dari gelasnya ketika perjamuan istana.
Padahal semua orang di ruangan perjamuan istana tau kalau sang ratu pernah
meracuni anggurnya sendiri untuk membunuh suaminya yang pertama. Saat itu
lantas Eugenides tersedak dan batuk cukup lama, sebelum menolak tawaran itu.
Bagian lain yang tidak kalah seru (?) adalah ketika
bagaimana sang ratu memikirkan dengan cepat hukuman yang akan diterima oleh
siapapun yang telah menjahili atau menghina rajanya, Eugenides. Aku bisa
mengingat digantung, dikuliti dan lainnya. Bisa diketahui dengan jelas bahwa
ratu yang satu ini tidak berkurang kekejamannya.
Kalau bagian paling menyentuh, ya, saat Eugenides
terluka, ia menyembunyikan menahan sakit tebasan pedang di perut serta telapak
tangannya hanya untuk memastikan istrinya, Irene tidak khawatir. Serta
bagaimana Irene saat itu sangat mencemaskan suaminya, Gen. Ada perasaan aneh, ketika mereka saling memanngil
dengan nama kecil mereka. Gen memanngil Irene, atau Irene memanggil Gen, bukan
dengan panggilan formal biasanya, rajaku/ratuku. Tapi ini juga menunjukkan sisi lain Gen, yang nggak melulu kekanakkan.
Ah, tak perlu khawatir bahwa buku ini monoton, ada cukup
komedi yang dapat menghibur, jika kalian sepertiku, menyukai lelucon ala
Amerika. Mungkin ini efek samping banyaknya waktu yang aku habiskan menemani
ayah menonton film laga Hollywood hingga tengah malam.
Terlepas dari kekesalan dan kesdihan yang saya rasakan,
saya tetap sangat puas terhadap seluruh cerita ini. Saya menyukai semuanya.
Semuanya. Dan itu sulit diungkapkan dengan kata-kata saja. Kalian semua yang
menyukai fantasi, intrik dan juga kecerdasan harus membaca buku ini. Harus.
Oh, dan tenang saja, meski perasaan saya terhadap Eugenides
sangat meluap-luap dan tak terbendung lagi, bahkan oleh akal sehat saya. Saya
tidak akan membuat post ini jadi buku diari utuh yang berisi curhatan
cinta.
RE-PEAT ANNOUNCEMENT (?)
(If you tau apakah buku keempat dan kelima itu akan
diterbitkan atau sudah diterbitkan di Indonesia, tolong bagi tau saya ye. Atau
ada info beli bukunya yang ori pun tak ape(?))
Well, sekarang saya tau dari Bonus, yang mengisahkan masa kecil
Eddis ketika bertemu para Dewa-Dewi dan disebutkan masa depannya, (sebelum ia
akhirnya lupa) bahwa Eugenides dan Eddis berjarak 5 tahun, Itu berarti usia Attolia
ada di antara rentang tersebut (?).
Terakhir, saya sedikit kecewa lagi bahwa catatan penulis
yang ditulis oleh Megan W. Turner semakin sedikt dibandingkan sebelumnya. Megan
kembali menekankan bahwa meski terinspirasi dari Yunani Kuno dan peradaban
lainnya, dan meski lanskapnya mengikuti Yunani modren, ia lebih suka
karyanya dibayangkan berada di dekat awal zaman Bizantium, dan karya ini
tokohnya tak nyata, dan meski dia mencatut beberapa nama ilmuwan, penyair dan
lainnya, kutipan karya yang ia sebutkan tak sepenuhnya benar-benar ada.
Review Buku Pertama : The Thief (Pencuri dari Eddis)
Berikut saya akan munculkan sedikit spoiler dari
kalimat-kalimat menarik yang saya temukan dibuku in sebagai penutup.
“Lalu kenapa kau tidak mengatakannya?”
“Aku tidak ingin pegawai dapur, atau para pengawal
diberhentikan.”
“Kau ingin menyelamatkan orang-orang dari hukuman yang
selayaknya mereka terima?”
“Bukan itu,” jawab sang raja, “aku hanya ingin yakin
bahwa yang dihukum adalah mereka yang layak mendapatkannya.”
-33
(Ketika
Eugenides bercakap dengan Irene di kamar ratu tentang tindakan buruk yang di
dapat Eugenides dan menolak memberi tau ratu pelakunya.)
Di anak tangga, Costis berhenti untuk melihat jadwalnya.
Dia menatap lembaran itu dengan bingung. Sang raja tidak perlu menggantungna,
karena dia akan mati kelelahan dalam waktu satu bulan.
-62
(Ketika Costis
kembali dari ruangan Teleus untuk mengambil jadwalnya setelah dipromosikan
Eugenides menjadi Letnan)
Dengan lembut raja berkata, “Ku pikir menjadi raja
berarti aku tidak harus membunuh orang dengan tanganku sendiri. Sekarang aku bisa
lihat bahwa aku salah sangka lagi.”
-168
(Ketika Eugenides
berujar pada diri sendiri setelah cukup tenang pasca ia membunuh 3 orang
pembunuh bayaran karena berusaha melindungi diri, perlu diingat kata ’lagi’ di
sini mengacu pada kejadian saat Eugenides membunuh seseorang setelah ia
bersumpah bahwa sebagai pencuri dia tidak akan membunuh, bisa dilihat pada buku
pertama)
Aneh sekali kau bisa marah pada seseorang dan setia di
saat yang bersamaan.
-91
(Ketika Costis
memikirkan ia berjanji akan setia pada Raja Attolia, setelah sebelumnya ia
bersumpah pada dewi yang ia percayai untuk memberikan persembahan sepuluh cawan
emas untuk keselamatan sang raja.)
Costis bertanya-tanya untuk pertama kalinya seberapa
besar keinginan orang yang tabah untuk menyembunyikan lukanya ketika dia tidak
bisa berpura-pura tidak kesakitan.
-183
(Ketika Costis
melihat luka di perut raja, dan tuniknya yang menjadi gelap karena darah, ia
mengingat lagi raja tak mengatakan apapun tentang itu, bersikap seolah tak
apa-apa.)
Jika terbangun seperti anak kecil dan berteriak karena mengalami
mimpi buruk itu memalukan, seberapa memaukanya jika kau menjadi alasan
suamimuterbangun sambil berteriak.
-209
(Ketika Eugenides
terbangun akibat mimpi buruk saat masa penyembuhan)
“Jika adalagi yang Anda inginkan, Yang--”
“Aku ingin”—Raja memotong dengan nada datar-- “tidak
pernah lagi melihat wajahmu dalam keadaan hidup.”
-187
(Ketika Eugenides
merespon sikap angkuh sipir penjara, saat ia memerintahkan sipir tersebut)
Sebenarnya saya berharap dapat mengutip detail percakapan
Costis dan Eugendies, ketika Raja Attolia itu memutuskan menemui prajurit yang
telah meninjunya hingga jatuh di barak. Bagian ini hingga pada bagian ia
berdebat dengan Attolia di barak itu juga menarik. Sayangnya saya harus
menyalin puluhan halaman untuk menuliskannya, dan itu bukan lagi kutipan.
Juga momen panjang ketika Eugenides beristirahat di kamar
ratu dengan mengenakan pakaian tidur ratu karena secara rahasia ratu
memindahkannya akibat Eugenides yang tidak sehat dam masih dalam masa
penyembuhan tetap mendapat perlakuan buruk dari ajudannya. Ketika dia bangun,
ratu yang datang dari ruang istirahat justru memintanya untuk segera bertemu
para ajudan untuk memberikan hukuman. Bisa ditebak bagaimana Eugenides yang tak
penurut menolak itu dengan alasan penampilannya, dan ratu justru langsung
menyuruh masuk semua ajudan suaminya. Terus ending momen panjang ini,
Eugenides bisa membuktikan diri dihdapan ajudannya, dan menepati janjinya pada
sang ratu yang awalnya ia janjikan untuk dipenuhi dalam 6 bulan, hanya dengan
waktu 98 hari.
Dan ada banyak
bagian seru lainya untuk diceritakan, tapi tidak di sini. Buku ini keren
banget, seru banget dan mnegangkan buat saya. Kalian harus membacanya sendiri..
Tapi, sayangnya karena saya belum memiliki Conspiracy of King, saya terpaksa hanya dapat bersedih dan menarik judul lain dari tumpukkan to-be-read aka TBR saya yang lain, menerka-nerka bagaimana kisah Eugenides selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar