WHAT'S NEW?
Loading...

Book : Hujan Bulan Juni, Novel



Judul Buku : Hujan di Bulan Juni , Novel
ISBN : 978-602—03-1843-1
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Sapardi Djoko Damono
Cetakan ke : Keempat (September 2015)
Tebal : 135halaman + cover
___________________________________________________________________________________

Blurb

Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang bersusun-susun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan nafasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin.

Dari puisi menjadi lagu, kemudian komik, dan nanti film, kini puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono beralih wahana menjadi novel.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Meskipun sudah pernah dijabarkan sebelumnya, izinkan saya kembali mengulang hadiah dan penghargaan yang telah diraih oleh Sapardi Djoko Damono. Antara lain, Cultural Award (1978) dari Australian Cultural Council, Anugerah Puisi Putra (1983) dari Dewan Bahasa dan Sastra Malaysia, Hadiah Sastra (1984) dari Dewan Kesenian Jakarta, SEA-Write Award (1986) dari Thailand, Anugerah Seni (1990) dari Pemerintah RI, Kalyana Kretya (1996) dari Pemerintah RI, hadiah sebagai penerjemah terbaik untuk novel John Steinbeck, The Grapes of Wrath (1999) dari Yayasan Buku Utama, Satyalencana Kebudayaan (2002) dari Presiden RI, Khatulistiwa Literary Award (2004) untuk buku Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan, dan Penghargaan untuk Pencapaian Seumur Hidup dalam Sastra dan Pemikiran Budaya (2012) dari Akademi Jakarta.

Buku Sapardi yang terbit di Gramedia Pustaka Utama berjudul Hujan Bulan Juni edisi Hard Cover (2013), Bilang Begini,, Maksudnya Begitu (2014), Trilogi Soerkam (2015). Sapardi bisa disapa di SapardiDD


Ketika membaca blurb nya lagi sebelum mem-posting tulisan ini, saya sepertinya terbawa suasana. Bagaimana mungkin mengurai benang demi benang yang telah terajut? Tapi, jika rajutan tersebut sejatinya belum selesai, bahkan meski telah kau rajut bertahun-tahun lamanya, rajutan yang tak selesai tentunya sangat rapuh dan mudah terberai. Belum lagi, jika kau pernah berhenti menyelesaikan rajutan itu untuk membuat rajutan yang baru.

Ah, ngomong apadeh saya ini.. hahaha..

Seorang penulis mungkin dikatakan sok tau, mungkin dikatakan ahlinya sandiwara, cengeng, atau kalau beruntung dijuluki romantis. Saya sendiri lebih suka menyebut diri saya cengeng dan pecundang. Begitupun dalam novel ini, Sarwono, oleh pujaan hatinya Pingkan disebut cengeng. Bagi Sarwono tak mengapa, jika yang memanggilnya begitu adalah Pingkan. Toh, mungkin dia memanglah seorang yang cengeng.

Scene awal favorit saya dari novel ini, ketika Sarwono menemukan bait puisi nya untuk sang pujaan hati yang tengah berada di Negeri Sakura dimuat di surat kabar. Dia mungkin takkan melihat surat kabar ini di sana, namun tetap saja ada rasa bahagia, harapan yang lebih besar agar rasa yang tercurah dalam kata demi kata tersampaikan padanya yang dituju. Mungkin, mungkin saja angin dengan rendah hati mau mengabarkan, membisikkan rindu. Ah, saya terbawa suasana lagi. Terlebih ketika menemukan sepenggal tulisan lama saya untuknya dimuat dalam media sosial.

Serupa dengan ketika saya membaca sajaknya, sepanjang kisah sejujurnya saya hanya menerka-nerka makna, entah itu tersurat maupun tersirat. Semakin saya baca, semakin jauh saya terjerembab ke dalamnya. dan menemukan lebih banyak praduga lainnya yang tak sempat saya kira. Oleh karena itu sulit bagi saya menjelaskan daya tarik kisah ini yang menyentuh semua sisi, sudut kehidupan dengan lugas dan tegas.  Rasanya kalau saya paksakan berbagi rasa yang tak jelas ini, justru hanya akan membingungkan para calon pembaca saja. Jadi akan saya akhiri di sini dan semoga kalian tertarik menyelami kisah Sarwono dan Pingkan.

Maafkan saya yang terlalu melankolis saat ini. Maaf, maafkan saya, mungkin inilah efek samping sepi dan rindu.

…Kesepian adalah benang-benang halus ulat sutera yang perlahan-lahan, lembar demi lembar, mengurung orang sehingga ulat yang ada di dalamnya ingin segera melepaskan diri menjadi wujud yang sama sekali berbeda, yang bisa saja tidak ingat lagi asal-usulnya. Hanya ulat busuk yang tidak ingin menjadi kupu-kupu. Hujan Bulan Juni, Novel – Halaman 81
 
Entah menjadi ulat seperti apa aku yang terkurung rasa rindu dan sepi ini.
See you~

0 komentar:

Posting Komentar