WHAT'S NEW?
Loading...

Talking to the Rain Drops


"Hei! kau membuat pipiku basah".

"Bukankah sedari tadi pipi-mu telah basah? Kenapa kau menyalahkan aku yang baru datang?"

"Aku..aku tak punya seseorang untuk di salahkan."

"Lantas, kau berfikir untuk menyalahkanku?"

"Maafkan aku"

"..."

"Aku telah begitu banyak menyalahkan diri sendiri. Aku merasa terluka begitu banyak."

"Jika itu melukaimu, mengapa tak kau hentikan?"

"..."

"Tentunya bukan dengan cara menyalahkan yang lain"

"Aku.. aku hanya tak tau caranya berhenti"

"Berhenti itu ya berhenti. Begitu"

"..."

"..."

"Entahlah"

"..."

"Sesuatu di sini terasa hampa, dan aku tak tau mengapa"

"Karena itu kah kau menangis?"

"Entahlah"

"..."

"Sesuatu di sini terasa sakit"

"Kau sungguh yakin bahwa itu adalah rasa sakit?"

"..."

"Apa yang menyebabkan rasa itu?"

"Entahlah"

"..."

"Sepertinya itu diriku sendiri"

"..."

"..."

"Apa yang telah kau lakukan?"

"Entahlah, sepertinya aku telah melakukan banyak hal buruk"

"Hal buruk?"

"Ya, hal buruk yang sangat banyak"

"Seperti apa?"

"Seperti menyalahkanmu, menyalahkan yang tidak salah"

"Jadi kau sudah menyadarinya?"

"Sepertinya begitu"

"Kalau begitu hentikan"

"Apa? Apa yang harus aku hentikan"

"Berhenti menyalahkan siapapun itu, termasuk dirimu sendiri"

"Bahkan jika aku benar-benar melakukan kesalahan?"

"Siapa yang mengatakan bahwa itu salah?"

"Aku"

"Jika itu memang salah, mengapa masih kau lakukan?"

"Entahlah"

"Sebelum melakukannya kau tidak berpikir bahwa itu salah, benar kan?"

"..."

"Ketika ternyata hal itu tidak seperti yang kau harapkan, kau berpikir bahwa apa yang kau lakukan adalah sebuah kesalahan"

"..."

"..."

"..."

"Kau sama sekali tidak melakukan kesalahan. Bukankah itu lebih tepat disebut ketidaktahuan?"

"..."

"Kenapa tidak mencoba memaafkan dirimu sendiri?"

"..."

"Lepaskan masa lalumu"

"..."

"Kau tak ingin melakukannya?"

"Entahlah, aku tak bisa, mungkin karena aku tak ingin"

"Hal berharga apa yang kau miliki di masa lalu?"

"Sebuah kenangan yang buram"

"..."

"Aku tak lagi dapat melihatnya, air mata ini mengaburkan pandanganku"

"Kenapa tak kau hapus?"

"Dia enggan berhenti"

"Bukankah sedari tadi ku katakan hentikan"

"..."

"Kau tau, ketika awan menjatuhkanku dari atas sana, dari langit tempat makhluk sepertimu menggantungkan harapan, sebenarnya aku merasa sedih, tidakkah kau mengerti kenapa aku turun sebagai butiran?"

"..."

"Aku merasa nyaman  di atas sana, aku merasa bahagia, namun tiba-tiba aku dicampakkan. Katanya memang begitulah seharusnya. Tapi aku tak dapat mengerti. Jika memang takdirku adalah dicampakkan, kenapa aku tidak dibiarkan berada di bawah sedari dulu?"

"..."

"Ada banyak 'aku' yang turun dari atas sana, bagian dari diriku, temanku, keluargaku. Aku tidak sendirian. Jadi meskipun ini terasa sangat menyakitkan aku tidak kesepian. Tidakkah kau juga memilikinya? Teman dan keluarga"

"Aku memilikinya"

"Lalu mengapa kau menyendiri di sini, temuilah mereka. Mereka pasti akan memberikan pundaknya untuk kau sandari"

"..."

"..."

"Aku mengecewakan teman-temanku"

"..."

"Mereka sepertimu, memintaku berhenti"

"..."

"dan seperti yang kau lihat..."

"Mengapa kau menahannya begitu kuat? Tidakkah itu semakin menyakitimu?"

"Ya"

"Lantas mengapa?"

"Entahlah"

"..."

"..."

"Aku, ketika sampai dipermukaan bumi, aku dan temanku, keluargaku, kami terpisah, kami tidak jatuh pada tempat yang sama. Sendiri memang menakutkan. Meski tak tau harus melangkah kemana, meski tak tau mereka dimana, meski aku tak tau bagaimana nantinya, aku tetap melangkah. Mengalir ketika aku jatuh di sungai, masuk ke dalam tanah jika aku terjatuh di atas tanah. Seperti itu."

"..."

"..."

"Bukankah kau bilang, karena tidak jatuh seorang diri kau tidak merasa sepi?"

"Ya"

"Tapi sekarang kau sendirian bukan?"

"Entahlah, aku rasa tidak juga..."

"..."

"Bukankah sekarang aku sedang bersamamu?"

"..."

"Mungkin sesaat aku memang sendirian, tapi kita selalu butuh waktu untuk sendiri"

"..."

"untuk memikirkan banyak hal, kita memang perlu sendiri untuk beberapa saat"

"..."

"dan, ketika kau merasa cukup siap, lanjutkan langkahmu"

"..."

"Sepertiku, kau mungkin akan bertemu seseorang di depan sana, mungkin dia musuh tetapi bukan berarti seseorang di depan sana tidak akan pernah menjadi seorang teman"

"..."

"Kau juga bisa bertemu dengan teman-temanmu lagi, keluargamu"

"Bukankah kau tidak tau di mana keluarga dan teman-temanmu?"

"Mungkin terlihat begitu"

"Kau sendiri yang tadi mengatakannya!"

"Benarkah?"

"..."

"Mungkin memang begitu, tapi teman dan keluarga, meskipun terpisah pasti akan menemukan jalan kembali. Tentu saja begitu, mereka kan selalu ada untukku"

"..."

"Hei, cobalah.."

"..."

"Baiklah, kalau kau sudah tak ingin berbicara denganku, kenapa tak coba bicara pada air matamu?"

"..."

"Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Bukankah dia adalah bagian dari dirimu?"

"..."

"Sesuatu yang kau rasa, dia pasti juga merasakannya. Apa kau sungguh berpikir dia tidak tau apa-apa dan tidak terluka?"

"..."

"Cobalah..."

"..."

"Aku harap kita akan bertemu lagi.."

"..."

"Aku harap saat itu pipimu tidak basah, jadi kau bisa menghardikku dengan leluasa karena membasahi pipimu"

"..."

"Aku harap saat itu kau tersenyum, bukan dengan senyuman palsu"

"..."

"Aku harap saat itu kau akan tertawa, tanpa beban, tanpa penyesalan"

"..."

"Aku akan merasa sangat lega.."

"....."

"Aku tak tau bagaimana dengamu, tapi aku bersyukur kita dapat berjumpa"

"....."

"Sayonara"

0 komentar:

Posting Komentar