WHAT'S NEW?
Loading...

Book : Hujan Bulan Juni , Sepilihan Sajak


Judul Buku : Hujan di Bulan Juni , Sepilihan Sajak
ISBN : 978-979—22-9706-5
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Sapardi Djoko Damono
Cetakan ke : Kelima (Agustus 2015)
Tebal : 120halaman + cover
_________________________________________________________________________________

Blurb

AKU INGIN

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang dijadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Sapardi Djoko Damono, 1989

Sajak-sajak 1971 umumnya adalah sajak-sajak yang bila dibaca penyair lain akan menimbulkan seru “Mengapa saya tidak menulis seperti itu tentang itu!”, Dengan kata lain, merupakan puisi-puisi yang harus (karena layak) dicemburui…..(Goenawan Mohamad)
…ia telah menciptakan genre baru dalam kesusastraan Indonesia, yang sampai kini belum ada nama yang sesuai untuknya..Ia seorang penyair yang orisinal dan kreatif, yang eksperimen-eksperimennya – inovasi yang sangat mengejutkan dalam segala kesederhanaanya,,, (A.Teew)
_________________________________________________________________________________


Sepilihan sajak dari Sapardi Djoko Damono ini memuat sajak-sajak yang beliau tulis dalam kurun waktu 1959-1994.

Tentu saja, tak hanya sajak “Aku Ingin” yang menjadi sajak terbaik dari beliau. Terdapat puluhan sajak lain yang tak kalah indah dan sarat akan makna. Pengalaman sehari-hari, pencarian jati diri, makna kehidupan, semuanya dituangkan dengan khas, jelas, lugas dan tegas.

Sebut saja sajak “Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati” yang beliau tulis pada tahun 1964 ataupun sajak “Di Kebun Binatang” (1973), “Sepasang Sepatu Tua” (1973), “Bola Lampu” (1973), “Dalam Diriku” (1980), “Hujan Bulan Juni” (1989), dan “Dalam Doaku” (1989) semuanya sajak kesukaan saya. Maaf saya enggan berbagi sajaknya.



Saya tidak dapat menjelaskan perasaan campur aduk saat membaca sajak beliau. Kali pertama saya mengenal nama beliau saat kelas X di bangku SMA. Ketika saya mendapatkan tugas akhir membaca sebuah puisi yang saya sukai dan sebuah puisi karangan sendiri. Sejujurnya saat itu saya telah punya puisi pilihan namun saya ingin membacakan sebuah puisi yang asing bagi saya, sekedar ingin menguji kemampuan saya. Tepat dilayar kaca komputer warnet yang sering saya sewa bermain game online saya mendapati nama beliau, hari itu saya mulai tertarik dengan karya beliau, diksi yang beliau gunakan, tema yang beliau angkat, dan memutuskan akan membacakan karya beliau. Hanya saja, sehari sebelum penampilan saya memutuskan kembali dengan pilihan pertama, berlandaskan ketidakyakinan saya atas penjiwaan terhadap sajak beliau yang baru beberapa hari saya bersamai.

Hanya sebuah ingatan singkat yang saya lupa setelahnya, hingga beberapa bulan lalu seorang kawan baru mengabarkan saya bahwa salah satu penulis kesukaannya akan menerbitkan buku, yang ternyata adalah Eyang Sapardi Djoko Damono. Buku ini merupakan buku pertama beliau yang saya miliki.

Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, 20 Maret 1940. Ia menulis puisi sejak tahun 1957 ketika masih menjadi murid SMA tetapi baru menerbitkan buku puisi pertama, duka-Mu Abadi, tahun 1969. Beberapa buku puisinya yang kemudian terbit adalah Mata Pisau, Akuarium, Perahu Kertas, Sihir Hujan, Hujan Bulan Juni, Arloji, Ayat-ayat Api, Mata Jendela, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Kolam, Namaku Sita, dan Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita.

Buku fiksi yang telah dibukukan adalah Pengarang Telah Mati, Pengarang Belum Mati, dan Pengarang Tak Pernah Mati, ketiga cerita itu kemudian disatukan dalam Trilogi Soerkam. Sejak tahun 1978 Sapardi telah menerbitkan sejumlah buku nonfiksi antara lain Novel Indonesia Sebelum Perang, Sosiologi Sastra, Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan, Drama Indonesia, Sastra Bandingan,Bilang Begini Maksudnya Begitu, Kebudayaan (Populer) (di Sekitar) Kita, dan Alih Wahana.1986

Sajak-sajaknya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa antara lain Arab, China, Jepang, Korea, Thai, Hindi, Malayam, Portugis, Prancis, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, Jawa, dan Bali. Sejumlah sajak dan esainya dibukukan dalam bahasa Jepang di Tokyo tahun 1986. Pada 1998 sampai dengan 2012 terjemahan sejumlah sajaknya dalam bahasa Inggris terbit berturut-turut Watercolor Poems, Suddenly the Night dan Before Dawn.

Karya sastra dunia yang telah diterjemahkannya antara lain The Old Man and The Sea (Ernest Hemingway), Daisy Miller (Henry James), Shakuntala (P. Lal), Mourning Becomes Electra (Eugene O‘Neill), Three Plays (Henrik Ibsen), Murder in the Cathedral (T.S Eliot), The Grapes of Wrath (John Steinbeck), The Lion and The Jewel (Wole Sayinka), Summer and Smoke (Tenessee Williams), The Broken Wings, The Prophet, dan Jesus, The Son Of Man (Kahlil Gibran), Song of Lawino dan Song of Ocol (Okot p‘Bitek), dan The Great God Brown(Eugene O‘Neill). Bersama dengan beberapa rekannya di FSUI ia menerjemahkan karya Annemarie Schimmel Mystical Dimension of Islam; Ia juga membantu Ali Audah menerjemahkan tafsir Qur‘an Yusuf Ali.

Tahun 2012 Sapardi menerima penghargaan dari Akademi Jakarta untuk pencapaiannya di bidang kebudayaan; tahun 2003 menerima penghargaan serupa dari Freedom Institute. Ia menerima S.E.A Write Award dari Thailand tahun 1986, Hadiah Puisi Putera dari Malaysia tahun 1984, dan Cultural Award dari Pemerintah Australia tahun 1978.

Pensiunan guru besar UI ini masih mengajar dan membimbing mahasiswa di sekolah-sekolah pascasarjana Institut Kesenian Jakarta dan Universitas Dipenogoro, di samping tetap aktif di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

~~

Sebagai penutup, bagi yang memiliki buku Mourning Becomes Electra dan Murder in Cathedral bagi info dong, kalo mau minjemin T^T)/

0 komentar:

Posting Komentar