WHAT'S NEW?
Loading...

Book : Leafie – Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya


Judul Buku : Leafie – Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya
Penerbit : Qanita
Penulis : Hwang Sun-Mi
ISBN : 978-602-9225-75-4

_________________________________________________________________________________

Blurb

Kisah tentang Pengorbanan, Cinta, dan Kebebasan Sejati.

Seandainya aku bisa mengerami telur sekali saja,
Seandainya aku bisa melihat kelahiran anak ayam….

Leafie, seekor ayam petelur, mengidamkan menetaskan telur sendiri. Tetapi itu tak mungkin karena setiap hari telurnya diambil majikan untuk dikonsumsi. Setiap hari Leafie menghabiskan waktu memandangi keluarga ayam dan bebek di halaman yang bahagia berlarian ke sana kemari.

Ketika dibuang ke lubang pembuangan ayam sekarat, Leafie hamper dimangsa Musang. Untung ia ditolong Pengelana, bebek liar yang sayapnya luka dan tak bisa terbang. Pengelana mengajarinya bertahan hidup di padang rumput yang penuh bahaya. Lalu Leafie menemukan sebuah telur di rimbunan semak. Telur itu memicu semangat hidupnya, memancing nalurinya sebagai ibu. Leafie tak menyangka, saat dirinya memutuskan untuk mengerami telur itu, ia melangkah ke sebuah petualangan yang luar biasan. Petualangan yang mengajarkan makna cinta, kasih sayang, dan kepasrahan. Petualangan yang membuatnya melihat Musang sang pemburu dengan pandangan baru. Pandangan tanpa prasangka.

Leafie: Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesanyangannya, fable kontemporer yang hit di Korea. Terjual lebih dari sejuta kopi, diadaptasi ke dalam film animasi yang disambut di Festival Cannes dan menjadi Best Family Film 2011 di Sitges Festival, Spanyol.



_________________________________________________________________________________

Mengutip kalimat Kim Seo Jeong (Kritikus Sastra Anak-Anak) pada bagian penutup novel ini, bahwasanya ada tiga ayam yang dikisahkan sebagai perwujudan karakter manusia. Ayam betina peterlur yang merasa nyaman mendapatkan makanan tanpa perlu bersusah payah, meski tak dapat mengerami telurnya. Selanjutnya ayam betina yang hidup dengan ayam jantan untuk membesarkan anak-anaknya, namun ia selalu merasa khawatir akan posisinya. Terakhir ayam betina petelur yang memimpikan kehidupan seperti ayam kedua dan meski tak mudah ia berusaha untuk dapat melakukannya.

Leafie – dedaunan, mungkin hanya seekor ayam petekur pemimpi, yang berharap dapat mengerami telur dan menyaksikan kelahiran anaknya. Mungkin ini karena ia tidak tahu bahwa ayam petelur memang diternak hanya untuk menghasilkan telur, bukan untuk tujuan pembiakan. Berawal dari kekagumannya terhadap daun yang selalu bertahan melewati setiap musim hingga tiba saatnya gugur, untuk menghasilkan bunga setiap kali musim semi tiba, ayam itu memilih Leafie sebagai namanya. Ia punya mimpi, dan ia tak menyerah dengan mimpinya, meski dikemudian hari keputusan yang telah ia pilih tidak berjalan dengan mudah, ia tetap berusaha mewujudkan mimpinya yang. Tak ada yang salah bagi seekor ayam betina yang ingin seorang anak.

Seperti halnya kehidupan, kita sebagai manusia selalu memiliki mimpi, mengharapkan kebebasan. Namun ada yang kemudian berhenti bermimpi ketika menemui kondisi yang nyaman baginya. Selain itu ada juga yang akhirnya mendapatkan apa yang ia inginkan, hanya saja ia menjadi selalu khawatir, tidak pernah benar-benar merasa nyaman dengan apa yang telah ia miliki. Sedikit yang kemudian tetap bermimpi, memperjuangkan apa yang ingin ia raih, meski yang lain berkata itu mustahil.

Seperti apa kehidupan yang kalian inginkan ?

Bermimpi dengan bebas dan membiarkan mimpi tetap ada sebagai mimpi atau memutuskan mengubah mimpi itu menjadi nyata ?

Leafie memilih opsi kedua, ia berusaha mewujudkan mimpinya dengan segala resiko dan tantangan yang akan datang. Ia tak gentar apalagi berpaling. Ia telah memilih dan akan tetap berjalan maju. Meski perlu diingat, pelajaran yang kita dapat dari setiap kondisi, setiap tempat, setiap waktu yang berbeda. Hidup bukan sebuah kisah monoton, tidak flat. Selalu ada saat sulit, dan tentu saja saat yang mudah jugaa. Namun jangan pernah terlarut dalam depresi, atau terbuai dengan apa yang kita miliki. Tak segalanya selalau menjadi milik kita selamanya, ada saat ketika kita harus melepaskan apa yang telah kita jaga dengan tulus.

Ia melalui fase-fase kehidupannya, berpindah-pindah sarang dengan berbagai macam perubahan kondisi yang seringkali tak sesuai harapannya. Situasi-situasi yang tidak mudah. Terlebih lagi pemburu, Musang selalu ada di sana mengawasi dalam gelap, mencari kesempatan untuk memangsa.

Ya, lagi-lagi seperti halnya kehidupan kita. Setiap yang bernyawa tentunya akan mati, karena mati itu pasti. Tak peduli dimana atau kapan ia akan tetap datang, baik disadari maupun tidak. Tak peduli apakah kau telah siap atau belum.

Tidak aneh jika novel ini terjual lebih dari 1 juta eksemplar dan di terjemahkan dalam 10 bahasa. Well, saya sangat ingin melihat filmnya…
Sekian dari saya…

0 komentar:

Posting Komentar