Judul
Buku : Au Dessus de la tour Eiffel (Up Above the Eiffel Tower)
Penerbit
: Diva Press
Penulis
: Ginger Elyse Shelley
ISBN
: 978-602-7663-86-2
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
Blurb
Ini bukan
kisah dongeng. Meskipun, ada raja, gadis miskin baik hati, serta istana dan
segala peraturannya. Ini sebuah kisah cinta yang menyisip dalam persahabatan.
*****
Adelfo
adalah seorang raja sebuah negara kecil di perbatasan Jerman Timur dan Polandia.
Sementara, Abbey adalah gadis yatim piatu di negara itu. Pertemuan keduanya
seperti suatu kebetulan yang manis. Kemudian, persahabatan pun terjalin begitu
saja. Lembut, manis, menenangkan. Seperti menghirup cokelat hangat di musim
dingin.
Sementara
Adelfo harus menempuh pendidikan formal di Prancis selama empat tahun, waktu
membawa mereka beranjak dewasa. Perpisahan dan pertemuan kembali itu
menyadarkan hati Abbey dan Adelfo akan rasa lain yang hadir. Akan tetapi,
pertemuan dengan orang-orang baru, teman-teman Adelfo dari Prancis, membawa
cemburu dan menghadirkan rasa khawatir di hati Abbey.
Ketika
jalinan persahabatan yang telah begitu erat beralih menjadi cinta, akankah
keduanya mampu untuk menerima ikatan itu.
Simak kisah selengkapnya
di novel luar biasa ini.
________________________________________________________________________________________
Mendapat
novel yang berkisah tentang paris, kota cinta dari dia yang kau damba, tentu
saja hatimu berbunga-bunga kan ?
Namun bagaimana jika kisahnya bukanlah sebuah akhir bahagia seperti dongeng pangeran dan putri pada umumnya ?
Namun bagaimana jika kisahnya bukanlah sebuah akhir bahagia seperti dongeng pangeran dan putri pada umumnya ?
Pembuka
macam apa ini …
Well,
kisah ini memang berpusat di Prancis, meskipun lebih banyak menggunakan scene
di negara kecil Jerman Timur. Ketika mendengar Jerman Timur, saya berpikir
bahwa kisah ini mengambil momen saat-saat ketika perang dunia ke dua, yang akan
memiliki situasi-situasi haru atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kondisi
saat itu. Keberadaan negara kecil yang di gambarkan sebagai garis tebal pada
peta ini, juga menungatkan saya akan anime Go Sick. Sebuah anime yang
berkisah tentang Victorique de Blouis dan Kujou, karena anime ini juga
mengambil tempat cerita yang sama, negara kecil yang pada akhirnya lenyp
setelah peraang dunia ke dua (saya tidak akan menjelaskan detail animenya).
Oleh karena itu saya sedikit merasa geli ketika pertama kali membaca novel ini.
Bukan menganggapnya konyol, hanya saja lucu, karena memiliki kesamaan
seperti yang tadi saya jabarkan.
Setelah
membaca kisah ini lebih jauh, saya benar-benar berfikir kisah ini adalah
dongeng, karena kata-kata pujian Adelfo terhadap Abbey begitu romantis.
Mengingatkan saya akan mimpi masa kecil dulu, menjadi seorang puteri dari
pangeran baik hati berkuda poni. Cinta yang sangat besar dari Adelfo untuk
Abbey tentunya membuat wanita pemimpi seperti saya merona malu. Berharap saya
juga mendapatkannya. Tentu saja Abbey yang sellau dengan senang menampung
curahan kasih sayang Adelfo punya cinta yang begitu tulus bagi pemuda itu.
Saya
sangat gemas dan merasa lucu dengan tingkah cemburu Adelfo ketika Anthonie,
sahabatnya di Prancis menggodai petite amie-nya
(Pr-gadisnya/kekasihnya). Sekaligus saya menyisipkan rasa kesal pada Abbey yang
tak sedikitpun sadar bahwa Anthonie sudah menggilai-nya sejak awal pertemuan
mereka dan itu menyiksa Adelfo. Banyaknya ungkapan sayang, ungkapan cinta yang
saling diberikan oleh Abbey dan Adelfo benar-benar membuat saya ingin bermimpi
lagi, dan tentunya menginginkan akhir yang bahagia bagi kisah ini.
Kemudian
masuk ke puncak cerita, ketika Abbey dan Adelfo diundang secara resmi oleh
Anthonie ke Prancis, dan di atas balon udara yang mengambang di langit
Moret-sur-Loing, Prancis, negara yang semilir anginnya meniupkan bait-bait
cinta. Adelfo melamar Abbey, meminta gadis pujaannya untuk menikah dengannya.
Saat itu ketika Abbey bertanya “Mengapa?” saya spontan menjawab, “Tentu saja
karena ia sungguh sangat mencintaimu, dan sangat takut kehilanganmu. Dia ingin
pria manapun tahu, kau adalah milikinya.”
Sayangnya
momen itu berakhir pilu, karena Abbey terus menerus menangis tanpa memberikan
jawaban. Ia merasa sebagai anak yang dibuang oleh orang tuanya ke Gereja, ia
tak pantas mendapat begitu banyak cinta dari Adelfo. Ini merupakan bagian yang
sangat menyebalkan bagi saya, Pemikiran dan keputusan Abbey menghancurkan mimpi
saya. Adegan itu tentu saja berakhir pilu, karena Adelfo memutuskan untuk
menyerah. Ia telah mengungkapkan puluhan, ratusan, bahkan ribuan kali tentang
cintanya terhadap Abbey, dan Abbey sama sekali tidak menghiraukan rasa yang ia
beri.
Sulit
bagi seseorang yang terdampar di pantai mengatakan cinta pada ombak, karena
setiap kali ia menuliskan rasa cinta itu di atas pasir, ombak hanya akan datang
dan menghapusnya. Setelah bertahun-tahun tentu saja orang itu akan menyerah.
Begitulah yang Adelfo rasakan.
Hanya
saja sebenarnya, ombak tak sekedar menghapus ungkapan cinta di atas pasir itu,
ombak merengkuhnya, menyimpan semua kata cinta itu jauh di dalam birunya, dan
ia hanyalah ombak, yang tak mampu berkata.
Aargh,
sesak menulisnya >.<
Jadi
sekian saja dari saya. Cao!
Ps. Bagian paling lucu
dan menyenangkan disini, ketika pilot yang mengendarai balon udara Abbey dan
Adelfo yang menginjak usia 30-an masih berstatus single, iri akan
lamaran dan keromantisan Abbey dan Adelfo. Serta saat ia pulang bertugas, dan
mengurung diri di kamar, terisak menyanyikan lagu “All by myself”.
0 komentar:
Posting Komentar