Judul
Buku :
The Mint Heart (Love Flavour)
ISBN :
978 — 602 —7888 – 21 - 0
Penerbit :
Bentang Pustaka
Penulis
:
Ayuwidya
Cetakan
ke :
Pertama (Maret, 2013)
Tebal :
26halaman + cover
_________________________________________________________________________________
Blurb
Komposisi: Cinta, Dingin, Kesegaran, Kebekuan, Mint.
Cara Penyajian : Tuangkan dingin, kesegaran, kebekuan,
dan mint ke dalam cangkir. Tambahkan 180cc air cinta,
aduk, dan sajikan.
Mencintaimu seperti menikmati seporsi mint
ice cream. Kebekuan hatimu, dingin menyentuhku. Tak cukup satu sendok untuk
merasamu. Butir pahit yang melebur di dalamnya justru membuatku menyendok lagi,
dan lagi...
Perjalanan “Wherever You
Want” itu pasti akan menyenangkan. Asalkan bersamamu memang semua akan
menjadi lebih menggairahkan. Tapi, ketika sosok lain datang, aku seperti
dilempar kenyataan. Mungkin seharusnya akulah yang pergi dan melupakan.
_________________________________________________________________________________
WASPADA TERHADAP SPOILER---
--SPOILER TERJADI BUKAN KARENA ADA NIAT PELAKU TETAPI
DIDUKUNG KESEMPATAN DAN PERASAAN--
[Previous: Coffe Memory]
Awalnya saya harap pada novel ini cita rasa mint
akan diwujudkan dalam permen, sayangnya seperti novel The Vanilla Heart, mint
diwujudkan dalam ice cream, yang menurut saja es-nya tidak banyak
berperan.
Jujur saja, saya suka ketika mendapati novel ini terdiri
dari dua POV (Point of View), yakni POV Lula dan Leon.
Saya pribadi tidak mahir membuat cerita dari dua POV yang berbeda. Seringnya
saya terlalu menonjolkan satu POV karakter (A) dan berakhir dengan membuat POV
dari karakter yang lainnya (B) jadi seperti POV karakter A, sehingga saya
seringkali tidak merealisasikan sebuah ide dua POV. Terkecuali jika saya
menemukan teman menulis bareng untuk mengerjakan POV lainnya.
Nah, lupakan tentang saya. Intinya saya kagum dengan
penulisnya, karena bagi saya penulisan seperti ini memiliki tingkat kesulitan
yang tinggi.
Okay, lanjut dengan desain buku ini, dari cover-nya
sendiri udah keren dan unik banget, karena diberi cover pelindung
berbahan karton tebal, yang lebih safety dibandingkan cover
pelindung The Coffe Memories.Saya juga suka desain kertas bagian dalam,
dimana ada imprint daun di setiap bagian awal bab (Saya sangat suka foto
dan gambar detail daun).
Lanjut!
Untuk karakternya, saya sependapat dengan Leon,
bahwa Lula adalah tipikal perempuan yang annoying, karena Lula
itu bukan lagi ekspresif dan spontan, tetapi lebay, dan miss drama
banget. Saya senang karakternya tergambarkan dengan kuat, tidak macam saya yang
selalu gagal membuat karakter ‘heboh’ macam Lula.
Tetapi, karakter Leon, saya lebih dapet kesan ketusnya
aja sih, ketimbang disebut karakter yang dingin. Menurut pendapat saya pribadi
karakter yang dingin itu adalah tipikal, cuek, terkesan angkuh, nggak
banyak bicara, dan kalaupun dia bicara terkesan jutek dan tidak punya perasaan.
Karakter Leon memang memiliki kesan angkuh, cuek dan jutek, tapi sejak hari
pertama perjalanan Wherever You Want, karkter Leon udah mulai seperti
Lula.
Ya, itu Cuma pendapat pribadi saya, Mungkin itu karena
saya tidak nyaman dengan panggilan “Lu” dan “Gue” (seringkali jika buku itu
menggunakan sappan “Lu” dan “Gue”, saya tidak jadi membeli atau membacanya,
karena saya selalu merasa tidak nyaman dengan sapaan itu..
Terlepas dari itu semua, saya suka cerita ini, memberi
suasana baru dibandingkan seri lainnya, ketika masing-masing tidak saling jujur
dan terbuka dengan perasaannya, yang akan terbentuk hanyalah luka. Rasa sakit
hati, dan kesedihan yang sulit terobati.
Oh, tapi saya ingin ending-nya lebih diperpanjang.
Ditambah scene Tira dan Fre liputan bareng, terus juga
pernikahan Anika, persiapan pernikahan Lusi, dan juga Rifo.
Well, maaf, saya terlalu banyak maunya.
-----------------------------------------------------------------------
Berikut beberapa kutipan dari novel ini yang dikutip oleh
penulisnya sendiri.
Dia memang selalu begitu, dingin. Tapi begitulah dia, dan
aku menyukainya tanpa banyak protes, seperti aku menyukai mint
ice cream yang membekukan lidahku.
-
Chapter 1
Mencairkan hatinya bukan untuk kumiliki sendiri. Aku
ingin ia bisa merasakan cinta yang hangat dari orang-orang disekeliilingnya.
-
Chapter 2
Kalau memang sudah jodoh, walaupun pintu terkunci, pasti
dibuka lagi.
-
Chapter 3
Zaman sekarang, kepentingan hidup jadi makin egois dan
tempat untuk cinta kadang dilibas juga. Cinta nggak bisa milih tempatnya untuk
tumbuh, esensinya sama dengan perjodohan. Mungkin orangtua kita nggak
menjodohkan diri kita demi sesuatu.
-
Chapter 4
“Barusan lu bilang nggak bisa berenang! Kenapa mau main
ke tengah laut? Lu nggak takut tenggelam?”
“Nggak, karena gue yakin kok, lu pasti nolong gue kalau
gue tenggelam!”
-
Chapter 5
Ini sebuah
katakutan yang lebih besar, aku takut karena mungkin aku tidak akan bisa
lagi menyandarkan kepalaku di bahunya.
Bagaimana mungkin aku bisa berdiri tegak di sampingnya
tanpa teringat bahwa aku pernah menyandarkan kepalaku di sana. Pernah.
-
Chapter 6
Malaikat penjagamu tersenyum karenamu. Nah, apalagi yang
lebih indah daripada itu.
-
Chapter 7
Kenapa aku justru mencarinya saat dia berhenti
memanggilku?
-
Chapter 8
Ia tampak begitu lembut, membuat semua orang yang berkata
kasar padanya seperti berengsek kelas dunia.
-
Chapter 9
“Secantik apa pun kupu-kupu itu, aku akan membiarkannnya
berkeliaran. Karena aku yakin, ia lebih bahagia seperti itu, meski itu berarti
aku tidak bisa memilikinya. Tidak akan kukurung ia di dalam frame, meski aku
bisa melakukannya. Dunia ini bukan tentang hidupku saja, tapi juga hidupnya...”
-
Chapter 10
Kini, aku tidak yakin cintaku masih cukup solid ketika
seseorang memeluk dia. Karena aku juga ingin.
-
Chapter 11
Suatu saat nanti, rasa sakit ini akan hilang, sama
seperti hilangnya rasa cinta pertama. Memang tak terlupakan, tapi sudah tak
terasakan.
-
Chapter 12
Ia ketakutan. Aku sungguh tidak bisa melihatnya begini.
Persetan dengan luka hatiku sekarang. Aku memeluknya.
-
Chapter 13
Rupanya aku tidak menyadari arti keberadaannya hungga aku
kehilangannya.
Ini, kan, aneh. Bagaimana aku bisa merasa kehilangan
sementara aku tidak pernah memilikinya.
-
Chapter 14
Harusnya aku cukup mengenal mint ice cream-ku,
selalu manis di awal dan pahit menyusul kemudian. Kupikir aku punya cukup
ketegaran saat memutuskan untuk memasukkan mint ice cream itu ke dalam
mulutku. Kenyataannya, aku malah menangis. Pahitnya meninggalkan nyeri di hati.
-
Chapter 15
Aku menyukai semua fotonya.
Tampak begitu berperasaan, seolah menyapa, lalu,
bercerita sesuatu.
Aku dalam foto itu pun bercerita, aku begitu bahagia
waktu itu.
-
Chapter 16
Buatku, dingin atau panas sebatas rasa, seperti cinta.
Rasa apa pun yang pernah ada di dunia, selalu ada cara untuk menukmatinya.
Inilah caraku menikmati dingin, dengan seporsi ice cream.
Tepatnya, mint ice cream, ice cream yang terasa paling dingin.
-
Chapter 17
Cinta masih sama, tapi keadaan memaksa untuk bersikap
berbeda.
-
Chapter 18
Jika ada satu hal yang boleh aku tanyakan, aku ingin
bertanya, apakah dia pernah mencintaiku walau sedetik.
-
Chapter 19
“Lu bilang nggak mengharap apa-apa. Kalau nggak
mengharap, lu nggak mungkin sedih! Orang sedih itu, kan, karena harapannya
nggak terpenuhi.”
-
Chapter 20
Kemudian inilah yang namanya hampa,
Ketika aku melihat sekeliling, tapi tak ada warna.
Ketika aku mendengar semua, tapi tak satu pun yang bisa
alu cerna.
Aku tak menyadari ada cinta yang telah tumbuh,
tahu-tahu, ia sudah mengisi seluruh hatiku
dan begitu menyesakkan.
-
Chapter 21
Mereka boleh tahu kalau aku mengaguminya dengan bahagia,
tapi tak seorang pun boleh tahu kalau aku mencintainya dengan merana.
-
Chapter 22
Beribu rasa menyergap dalam satu waktu.
Bahagia karena ia menyatakan rasa yang bahkan tak berani
kuharapkan.
Namun, rasa dipermainkan juga mencuat. Mengapa ia
menyatakan itu sekarang?
Saat ia akan pergi dengan yang lain
dan aku harus melupakannya.
-
Chapter 23
Dia suka melakukan hal-hal aneh, tapi aku tidak pernah
canggung didekatnya.
Sekarang dalam diam, ia justru mampu membuatku canggung.
-
Chapter 24
Karena ternyata, perjalanan itu bukan hanya memindahkan
ruang dan waktu bersamanya, tapi juga hatiku untuknya.
-
Chapter 25
Cintaku adalah satu hal yang tak pernah berubah, meski perjalanan
membawaku dari satu kisah ke kisah lainnya.
-
Chapter 26
_____________________________________________
TENTANG PENULIS
The Mint Heart adalah novel Ayuwidya yang ke-6.
Karya sebelumnya, yaitu novel CLBK Bikin Repot (2008), novel biografi
remaja Masuri vs The Olympians (2011), teenlit Frenemy, pemenang
kedua lomba novel remaja Bintang Belia (2012), novelisasi film
Hello Goodbye
(2012), dan beberapa cerpen di majalah. Setelah menyelesaikan studi di Program
Komunikasi Massa Universitas Indonesia, penulis juga bekerja sebagai editor di
sebuah penerbit buku di Jakarta.
Cuma segitu sih, gak apalah ya..
Well, boleh coba dibaca ini saat menikmati ‘me time’,
sambil menyeduh teh di sore hari.
Semoga menginspirasi. Hhehe..
Sekian, ciao~
0 komentar:
Posting Komentar