WHAT'S NEW?
Loading...

Hangatnya Gorengan di Kala Senja : Cireng 2

Screen Capture Opening One Piece CRazy Rainbow Star
Kisah ini dimulai ketika saya ditawari untuk mencoba menulis estafet oleh Dik Putu Arya, dimana Dik Putu menulis permulaan kisah dan kemudian saya melanjutkan bab lainnya untuk kemudian diteruskan lagi oleh Dik Putu. Namun, karena saya punya keinginan terpendam menulis novel dengan dua POV yang berbeda, saya meminta agar Dik Putu mengerjakan POV dari tokoh utama pria sedang saya mengerjakan POV dari tokoh utama wanita. Akhirnya jadilah kisah ini, yang sejujurnya plot, alur dan judul saya serahkan kepada Dik Putu (sebut saja saya mau mengerjakan bagian yang mudah saja *slapped*)

Well, selamat dinikmati~

Sebelumnya: Hangatnya Gorengan di Kala Senja: Cireng 1

_______________________________________________________________
Rico's POV
Cireng Pahlawanku

Hari ini aku telah bersiap-siap berangkat kesekolah dengan semangat, berhubung saat nanti ada pelajaran yang kusuka dan sekarang aku sudah mempunyai teman baru walau langit agak sedikit mendung itu tak menghalangi semangatku sedikitpun untuk bersekolah . Kali ini aku akan meminta anime Angel Beats episode 11 kepada Rohman gara-gara file-nya corrupt aku jadi penasaran dengan kelanjutan ceritanya hingga aku tak bisa tidur ahhh sial bikin kesal saja . Selesai mengenakan seragamku aku mendengar suara minyak mendidih di dapur , kira - kira apa yang ibu buat ya ? Tak lama kemudian aku mendengar panggilan ibu ku dengan nada galak
"lhee.... Makanan nya udah mateng !!! cepet nanti kamu terlambat"
[Lheee panggilan "nak" khas orang jawa]
"Iya mak aku dah selesai" sahutku agak malas
Pagi -pagi aku disuguhkan dengan gorengan tongkol dan sayur bening meski sederhana aku sangat menikmatinya karena ibuku emang jago masak
"Bapak udah berangkat ya mak ? " tanya ku sembari melihat jam
"Yo wis to lhee ......... Seharus nya kamu bangun nya lebih pagi supaya rejekinya nggak dipatok ayam "
Kesal rasanya mendengar ibuku yang cerewet tapi kalau tidak cerewet bukan ibuku namanya dan tentu saja rumah ini akan sepi jadinya nantinya. Segera ku ambil piring dan kusendok nasi sayur dan tongkol nya ,aku melihat ada sambal terasi sambal terasi namun karena cabai nya yang terlihat begitu banyak membuat ku tak ingin mencobanya ,Tak lama saat hendak menyuapi mulut ku aku di jewer .
"Doa dulu lheeee !!!! kebiasaan "
"Iya mak .... Bawel ahhh " sahutku jengkel.
"Apa ??"
"N-Nggak-nggak bercanda " sambil tertawa ringan kupejam mata ku kupanjat kan doa dengan tenang lalu aku mulai makan.
"Ini coba sambal nya lheeee .. Enak lhoooo " menyuguhkan sambal terasi nya.
"Nggak mak " Kenapa ya ? orang tua suka sekali dengan sambal membayangkannya saja sudah membuat lidahku panas. Aku meminum segelas air putih dan Kuakhiri makan ku Setelah itu aku mencium tangan ibuku.
"Emak aku berangkat yaaa "
"Iyo hati-hati lheeee " jawab nya dengan senyuman.
Ku kenakan sepatuku dan ku kendarai vespa peninggalan almarhum kakak ku dan ku pakai helm klasik dan segera beranjak dari rumah ku.
*******
Tak terasa sudah mulai jam pertama sekarang adalah jam mata pelajaran bahasa jepang gara - gara kebanyakan nonton anime kenginan ku menjadi kuat untuk lancar berbahasa jepang selain itu gurunya juga sangat konyol dan santai tugas nya juga asik . Kulihat sekitar ruangan kelas tampak cewek-cewek sedang duduk ngerumpi tak sengaja kudengar percakapan mereka
"Kyaaaaa Lee Min Ho ganteng banget...... , pas adegan itu lhoooo pengen meluk" 
"Lee Min Ho? Siapa?", ada sedikit rasa ingin tahu di hatiku.
“Dasar .... Korea mulu .. Nggak lihat apa ada cowok ganteng dan imut-imut disini ?" tiba-tiba Rohman berceloteh.
"Huuuuuuuu imut kayak bayi gorila sih iya" sahut gadis di dekat Rohman
Tapi tetap saja Moura menyendiri menggambar di buku gambar kesayangannya Pak guru bahasa jepang tampak dari kejauhan murid-murid berhamburan kembali ke bangkunya masing-masing Pak guru datang memasuki kelas memandangi murid-murid dengan senyuman kumis nya menambah uniknya senyuman.
"Pagi anak-anak", salam nya dengan hangat.
"Pagi pak", jawab murid-murid serentak.
“ Mari absen sebentar, Selvie Ayulinda "
"Hadirrr"
"Rohman Kartolo"
"Hadirrr " jawab nya agak alay
"Andika Pratama " "Hadir"
"Amoura" Jeda nya agak lama lalu Moura mengacungkan tangan nya tanpa bicara
******************************
"Hari ini kita akan belajar menggunakan Bentuk Tai " "Hahahahahha" tawa murid riang "Hey ini bukan Tai yang itu , ini adalah akhiran kalimat yang berarti ingin"pak guru menjelaskan sambil menulis huruf hiragana di depan "Contoh, kanojyo wa bali e ikkitai desu yang artinya dia (perempuan) ingin pergi ke bali" Tak lama pak guru menjelaskan tiba-tiba ada gulungan kertas yang mendarat di wajahku, aku menoleh sekitar untuk mencari pelempar kertas ini lalu kulihat Moura tersenyum memandangku sembari memegangi gagang kacamatanya, aku mulai membuka gulungan kertas nya 'Watashi wa cireng e tabetai' Aku bingung, lalu kupinjam kamus jepang Rohman "Tabe, tabe,tabe kucari kata itu di halaman huruf "T" Ketemu ternyata artinya makan, watashi=saya + cireng + tabe=makan + tai=ingin, aaaaaaaa saya ingin makan cireng. Aku sedikit tergelitik. Mendadak pak guru memanggil ku "Rico !!!!! Coba buat sebuah kalimat". Duhhh gimana nih aku belum siap lagi, oh iya pakai kalimat Moura tadi aku menulis kalimat 'watashi wa cireng e tabetai' dengan sedikit gugup dan saat aku selesai pak guru menepuk-nepuk pundakku "Bagus ternyata kamu udah belajar" ucap pak guru Kriiiiiiiiiiing Tak lama kemudian bel tanda waktu istirahat telah berbunyi "Kita sambung minggu depan. Kemudian kerjakan PR essay halaman 35 nanti yang tidak mengerjakan akan dapat hadiah". 
"Lebih baik jangan di kerjain dong" celetuk Rohman 
"Coba saja kalau berani", Jawab pak guru sembari merapikan buku-buku nya. Pak guru pun meninggalkan kelas dan para murid -murid berhamburan keluar ruangan menuju kantin. Aku agak malas keluar ruangan jadi aku tetap tinggal di kelas sambil sembunyi -sembunyi membaca manga naruto yang kupinjam dari Rohman. Saat hendak membuka sampulnya tiba-tiba Moura memanggilku "Heyyy koko sini !!!" Ada apa dengan panggilan itu ? 
"Iyaaaaa ?" 
" ini lhooo yang ku janjiin kemarin" celotehnya sembari membuka sebungkus jajanan kesukaan nya itu. Sebenarnya dia anak yang baik tapi kenapa dia memilih untuk memyendiri. 
"Ini saus soso yang kau minta ,cobain deh nggak bakalan nyesel" Aku mengambil salah satu cireng nya dan membuka saus sambal tapi kenapa ya? Suasana jadi aneh, saat kutengok ke jendela banyak yang mengintip lalu bersorak "Cieeeeeeeee" Entah dari mana datangnya rasa malu yang tiba-tiba ini.

********
Amoura's POV
Aku Lupa Namamu, tapi Tidak dengan Janjiku


Pagi-pagi sekali aku sudah bangun untuk menyiapkan adonan cireng. Yap, tentu saja karena aku sudah berjanji akan memberikan cireng untuknya kemarin. Jujur saja ini memang bukan kali pertama aku membuat cireng, namun aku sedikit terburu-buru membuatnya pagi ini. Aku takut terlambat dan tidak bisa mengikuti pelajaran Bahasa Jepang. Akibatnya aku menjatuhkan beberapa perlatan masak dengan bunyi yang sangat keras. Bunda pun terbangun karena suara gaduh yang kutimbulkan di dapur.


“Moura, kamu ngapain toh nak? Jam empat pagi udah bikin heboh.” Tanya bunda begitu memasuki pintu dapur.

“Ini loh bunda, Moura mau bikin cireng buat dibawa ke sekolah”, jawabku sambil membereskan peralatan dapur yang berantakan.

“Tumben banget kamu bikin sendiri, kan sekarang bukan hari libur.”

“Ah, iya bunda. Moura mau ngasih buat temen di kelas, kan kalau yang dikantin udah biasa bunda.”

“Teman di kelas? Siapa? Kok Bunda gak tau?”

“Itu bunda, namanya ko..ko..ko apa gitu, kemarin pas Moura lupa bawa uang jajan dia ngasih Moura cireng, jadi Moura mau balas budi.”

“Oh, yowis, bunda bantuin aja bikinnya, biar kamu gak telat.”

Akhirnya pagi itu cireng buatanku (dibantu bunda) selesai tepat waktu. Sebelum berangkat ke sekolah, aku menyempatkan diri mampir ke warung yang tak jauh dari rumah untuk membeli sambal SOSO yang dia minta.

***

Aku sampai dikelas tepat ketika sensei keluar dari ruangan guru dengan membawa daftar absen. Beruntung aku tidak terlambat, kalau aku terlamat bisa-bisa sensei akan menyuruhku berdiri diluar kelas dan tidak mengikuti pelajaran. Yah, sebenarnya sih tak masalah buatku kalaupun harus berdiri di luar kelas asalkan aku dapat mengintip dan mengikuti pelajaran. Hanya saja jendela kelasku dilengkapi tirai, dan pintu akan ditutup rapat selama pelajaran berlangsung. Jadi merupakan suatu kesialan yang besar jika aku terlambat dan tidak dapat mengikuti pelajaran bahasa jepang ini.

Selama bersekolah disini, hanya pelajaran mengenai bahasa yang menjadi favoritku. Sedangkan pelajaran yang menyangkut angka dan perhitungan seringkali menyulitkan dan membosankan. Bagaimanapun aku tidak berbicara dengan angka, namun kata-kata. Bukanlah hal yang hebat bagiku jika nilai-nilaiku dalam pelajaran bahasa seringkali mendekati sempurna, karena aku harus mengikuti remedy setiap kali bersinggungan dengan angka. Hanya saja nilai yang bagus seringkali menyebabkan aku diminta memberikan contekkan oleh beberapa orang yang ingin nilai bagus dengan instan. Jelas saja aku menolak, melakukan tindakan curang bukanlah jalanku. (Kata-kata ini seringkali mengingatkanku dengan Naruto, anime ninja kedua ku setelah Hattori).

Aku tak begitu memperhatikan nama-nama yang dipanggil sensei dari daftar absen. Bagiku tak penting untuk mengenali orang-orang dikelasku. Aku sibuk menyiapkan peralatan tulis dan buku catatan. Aku lupa bahwa sebenarnya aku butuh untuk sedikit memperhatikan nama-nama yang dipanggil karena aku lupa nama lengkap laki-laki itu, hanya “ko” yang kuingat, dan akan sangat memalukan jika aku melupakan sebuah nama hanya dalam satu malam. Aku tak yakin dia dapat menerima itu sebagai hal normal, tapi percakapan kemarin benar-benar hal yang baru bagiku.

Sensei sedang menjelaskan pola kalimat berakhiran “-tai”, kalimat yang menunjukkan keinginan. Aku mencatat contoh yang diberikan sensei “Kanojo wa Bali e ikitai” dan mencatat artinya pada baris selanjutnya “Dia (perempuan) ingin pergi ke Bali”. Saat itu mataku melirik tempat duduknya, dia terlihat sedikit bingung memperhatikan penjelasan sensei. Akhirnya aku menulis sebuah kalimat pendek, pada secarik kertas kecil “Watashi wa cireng e tabetai”, sebenarnya untuk perempuan digunakan kata “Atashi”, tapi kalimat ini bukan hanya kutujukan untuk mengingatkannya tentang cireng yang kujanjikan, namun aku sedikit ingin membantunya memahami penjelasan sensei. Ketika sensei berpaling, aku langsung saja menggulung kertas itu dan melemparkan tepat mengenai wajahnya.

Jelas sekali dia seperti sedang melamun beberapa saat yang lalu, dia menoleh kesekitar mencari pelempar kertas itu, jadi aku menjawab tatapan matanya yang seperti menyiratkan pertanyaan “Apakah ini darimu?” dengan seulas senyum yang berarti “ya”. 

Dia segera membuka gulungan kecil itu dan meminjam kamus dari teman disampingnya, sepertinya dia tidak mengerti kata “Tabe” yang kutulis. Setelahnya dia langsung tersenyum sumringah melihatku, matanya masih sama, tapi pandangannya berbeda dengan yang ia beri kemarin ketika memperhatikanku diam-diam. Sensei tepat melihat ke arahnya saat itu, dan dia langsung diminta sensei memberikan sebuah contoh.

Wa.. watashi wa cireng e tabetai” jawabnya kikuk.

“Dia benar-benar lucu kan Moura?”, tanyaku pada diri sendiri.

***

Bel istirahat berbunyi pukul 10.00 tepat. Dia masih duduk dikursinya, perlahan dia mengeluarkan sebuah buku kecil yang kusadari itu adalah volume terbaru manga Naruto. Kelas sudah cukup sepi, jadi aku mencoba memanggilnya, “Koko” ucapkan pelan, ragu apakah itu namanya atau tidak. Dia tidak mendengar panggilan itu, tapi kudapati teman lelaki yang tadi duduk disampingnya menoleh kepadaku,kemudian berbisik pada beberapa orang didepan pintu. “Heii Koko, sini” ucapku lebih keras.

Dia menoleh kepadaku dengan raut wajah bingung, “Iyaa?”, sahutnya sambil berjalan mendekatiku.

“Ini loh, cireng yang aku janjiin kemarin”, jawabku sambil membuka bungkusan cireng yang kubawa. 

Ia hanya memperhatikan dan duduk disampingku. “Oh, iya, ini saus SOSO yang kemarin kau minta. Cobain aja, nggak bakal nyesel”, lanjutku. Dia tersenyum kikuk dan mengambil cireng serta saus sambal yang kupegang. Tiba-tiba saja terdengar seruan “cieeeeee” dari jendela kelas, dan kulihat seseorang diantaranya adalah teman sebangku koko ini. Aku sedikit terganggu dengan seruan itu, dan ketika kulirik koko, wajahnya memerah dan ia menunduk memegangi cireng ditangannya lebih erat.



See you soon :D
Hangatnya Gorengan di Kala Senja: Cireng 3

0 komentar:

Posting Komentar