WHAT'S NEW?
Loading...

Hangatnya Gorengan di Kala Senja : Cireng 5



Screen Shoot One Piece
Kisah ini dimulai ketika saya ditawari untuk mencoba menulis estafet oleh Dik Putu Arya, dimana Dik Putu menulis permulaan kisah dan kemudian saya melanjutkan bab lainnya untuk kemudian diteruskan lagi oleh Dik Putu. Namun, karena saya punya keinginan terpendam menulis novel dengan dua POV yang berbeda, saya meminta agar Dik Putu mengerjakan POV dari tokoh utama pria sedang saya mengerjakan POV dari tokoh utama wanita. Akhirnya jadilah kisah ini, yang sejujurnya plot, alur dan judul saya serahkan kepada Dik Putu (sebut saja saya hanya mau mengerjakan bagian yang mudah *slapped*)

Sekarang akan ada POV Dina, tokoh utama wanita kedua, yang akan dikerjakan oleh Dik Putu.

Well, selamat dinikmati~

_______________________________________________________________

Dina's POV
Kenangan

Aku sungguh bingung saat ini harus berkata apa, ini adalah hari terakhir ku bersama Rico seperti ini. Bermain bersama di pematang sawah sambil mencari ikan kecil di parit.

Hari ini sangat cerah, dikejauhan aku bisa melihat para petani mengusir burung dengan galaknya bersorak sembari menarik tali orang-orangan sawah. Sementara itu dipinggiran sawah anak sapi menyusu dengan manja pada induknya yang berteduh dibawah pepohonan. Suara gemercik air pun menjadi melodi yang indah di telingaku. Aku merasa sangat damai. Namun saat aku merasa nyaman memandangi sekitar perasaanku langsung buyar seketika karena Rico terjatuh di lumpur. Aku memandangi wajahnya terbenam di tanah, pakaian nya penuh noda dan rambut keriting nya ditempeli rumput kering, padi-padi sekeliling nya roboh.

Aku tergelitik menahan tawa sementara dia bangkit, pak tani yang tadinya yang mengusir burung kejauhan, menoleh dan berteriak, "Woeeey ngapain woeyyy". Pak tani itu segera beranjak dari tempatnya hendak menghampiri kami.

Bergegas Rico bangun dan berlari dengan wajah yang penuh lumpur, sekarang dia malah tampak seperti suku pedalaman yang sering kutonton di layar kaca.

Aku tak tahan lagi menahan tawa, dan ku biarkan tawaku lepas terbawa angin.

"Dina lariiiii" teriaknya sambil menggenggam erat lenganku dan menyereretku menjauhi sawah.

"Bocah semprulll" pak tani itu kembali berteriak kesal memandangi padi-padinya yang roboh.


Aku dan Rico terus berlari, dia mengajakku ke pinggiran sungai yang berada  sekitar 100 meter dari sawah tadi. Begitu kami mencapai sungai dia mulai membasuh wajah, kaki dan tangan nya. Nafasnya agak tersengal-sengal, nampak nya dia sangat lelah setelah berlari tadi.

Dia duduk di sebelahku, lalu membaringkan tubuh nya menatap langit.
"Kamu ngapain sih sampai kayak gini ?" tanyaku heran.
"Aku di kejar -kejar sapi" jawabnya asal.
"Hahahahahaha" aku kembali tertawa lepas.
Dia tampak nya kesal dengan tawaku.
"Rambutmu subur ya....?" aku mencoba menggoda nya lagi
"Ahh biasa aja " jawabnya.
"Ini buktinya banyak tumbuhan hidup di kepalamu"
Dia meraba -raba rambut nya melepas rerumputan kering yang tertempel lalu mencoba menempelkan nya ke rambutku.
"Kau ini ya " Rico tampak gregetan.
Aku Menahan tangannya sambil tertawa  lalu berlari menjauhi nya, Rico mengejarku dan berhasil menangkapku.
"Mau lari kemana kau" ia memegang tanganku erat.
"Lepasin kooo", aku mencoba melawan genggamannya.
Di tengah tengah perasaan gembira ini aku tiba-tiba ingat bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bisa bermain dengan nya.

Perlahan aku meneteskan air mata.
Ekspresi Rico yang semula girang tiba - tiba berubah menjadi bersalah.
"Kamu kenapa Din?,aku kan cuma bercanda"tanya nya lembut.
"Aku ....... Aku minta maaf Rico.. Hari ini adalah hari terakhir ku main sama kamu"
Dia tampak shock sejenak lalu megang pundakku dengan kedua tangannya lalu mengguncangkan tubuh ku.
"Beneran Din ? bohong kan? " dia tampak tak percaya.

*****

"Din. ... Din ...dina!!!!,".  
Ibuku membangun kan ku dengan tangan nya aku terbangun dengan meneteskan air mata
"Ayo nak siap-siap  15 menit lagi kita sampai"
"Ya bu."
Aku seakan tak percaya mimpi itu terulang lagi. Ku atur kursi sofa di pesawat ini kutegakkan. Aku memandang keluar jendela, dan terlihat bandara dari kejauhan. Aku tersenyum memikirkan pertemuan dengannya.

*****
_______________________________________________________________

Rico's POV
Dina



Minggu pagi aku mulai merapikan kamar ku ,pakaian ku yang berantakan mulai ku rapikan, benda-benda koleksi ku yang memalukan pun aku sembunyikan. Aku tak mau dia melihat koleksi ku yang masih terkesan ke kanak-kanakan apalagi di usiaku yang menginjak dewasa.

Ibuku pun heran melihat tingkah ku yang tidak biasanya.

"Nggak biasanya kamu nak ..... Biasanya ibu harus ngomel - ngomel dulu supaya kamu mau nyuci baju, ngerapiin tempat tidur, ada apa gerangan ? " tanya beliau keheranan.

"Aku kan emang rajin dari dulu buk", kujawab dengan canda.

"Heleh...... Biasanya  juga males-malesan, kalau nggak di omongin aja baru jalan",celoteh ibu.

Eh ibu belum tau ya dina mau bertamu kesini hari ini ? Atau jangan - jangan ibu mau ngasih surprise buat aku? Ah... Coba aku tanya saja.

"Hahahahahah maaf bu maaf aku khilaf, emang ibu belum tau ya kalau Dina mau kesini hari ini?" 
"Hoooo jadi, itu toh yang buat kamu rajin, pantesan. Ibuk sengaja nggak ngasih tau kamu supaya dina itu tau kamu yang sebenarnya"

Duh....... Ibuk kejam banget, kalau sampai Dina tau aku kayak gini mau taruh dimana muka aku.

"Yaelah buk, nggak bisa di ajak kompromi nih..."

"Terus terang ibu juga udah capek bilangin kamu, masih aja males-malesan main game, nonton kartun padahal bentar lagi kamu udah mau kuliah"

Ibu nggak tau apa ya ... Kalau anime itu banyak ngajarin aku sesuatu seperti sebuah perjuangan dan sifat pantang menyerah, ibu aja yang mandang semua yang kulakuin dengan sebelah mata, ahh  sudah lah walaupun aku membela diri juga nggak akan ada habis nya.

Aku mulai lagi merapikan kamar ku mencoba mengakhiri percakapan ku dengan ibuku.

"Kebetulan nih ibu juga baru dari pasar,ntar bantuin ibu ya buat masakan" ujar Ibu sambil memperlihatkan barang bawaannya.
"Iya Buk tenang aja ... Aku pasti bantuin" tanpa sadar aku mulai mengumbar janji.
"Awas lhoo ya kalau nggak bantuin..." menunjuk aku mengancam dengan candaan.
"Iya - iya"


Ibu Mulai meninggalkan ku dan pergi ke dapur, saat itu aku juga memeriksa laci dan ku temukan secarik kertas yang semula kukira hanya sebuah sampah,lalu kubaca tulisan dari kertas yang sudah terlihat usang itu.


[Sepasang ikan di sungai

Sedari kecil kita bersama
mencari makan bersama
Menjadi sebuah keluarga

Saling melingungi menghindari pemangsa
Bersembunyi dalam deras nya aliran sungai 
Menatap indah nya rintik hujan dari dalam


Sungguh ku tak bisa lupa

Semua berubah ketika musim berganti 
Deras nya banjir itu membawa ku pergi 
Aku ingin melawan namun aku tak bisa

Aku  takut tak bisa menatap wajahmu lagi 
Mengingat baik nya dirimu selalu melindungi
Dari kejamnya alam liar yang menakuti


Saat ini aku berjanji 
Aku akan kesana nanti
Melawan arus deras ini

Suatu saat bila kita bertemu lagi
Sambut lah aku dengan warna mu yang indah


Dina, 12 september 2006]

Puisi amatir yang indah.. Rasanya seperti membaca sebuah cerita namun berbentuk puisi, aku sampai terbawa suasana. Aku coba untuk duduk merenungi apa yang tersirat dalam puisi ini. Rasanya sedih kenapa ya? Apa aku melupakan sesuatu dulu? Sekarang bahkan lupa apa yang aku kerjakan saat ini.


Ku lipat kertas itu dengan rapi kusimpan di dalam album masa kecil ku, di saat yang sama tak sengaja aku tatap jam di dinding, jam 09.30. Ternyata baru jam setengah 10 kusimpan album nya dilemari lalu ku tengok jam nya lagi. Wahhhh ternyata udah jam setengah 10 aku harus cepet-cepet nih apalagi aku dah janji bantu ibu masak.

Pikiran ku yang semula tenang mendadak menjadi tergesa-gesa, aku mulai menyimpan baju yang baru saja aku lipat, lalu aku mengganti seprai ku yang agak kusam dengan yang baru, kertas -kertas yang gunakan untuk menggambar kubuang di tempat nya, gitar yang terbebengkalai kugantung di dinding mentupi poster idol girl band yang populer saat ini. Gara-gara Rohman yang mengenalkan ku pada hal semacam ini aku jadi ketularan virus wota.

(Wota : Fans Idolgrup J-Pop)

Setelah selesai aku langsung ke dapur, mengingat janjiku untuk membantunya, namun yang ku lihat saat ini semuanya sudah beres, tak ada yang bisa ku bantu lagi.
"Telat kamu nak, kamu itu memang nggak bisa diandelin... Selalu asik sendiri, nggak bisa bagi waktu", celoteh Ibu.
Ibu mulai ngoceh lagi. Kalau ibu sudah ngedumel udah nggak berhenti padahal aku kan udah berbuat baik tapi tetep aja salah di mana ibu, walaupun dia nggak ngebentak-bentak aku tetep aja bahasanya nusuk di hati, fakta sih memang .

Sebaik nya aku jawab  sekedar nya saja, nanti malah omongan nya ngawur kemana-mana.
"Maaf bu, maaf" kupasang ekpresi agak memelas supaya terkesan aku sedang intropeksi diri
"Haaahhh......" ibu ku menghela nafas
"Udah sini sarapan bareng !"
Akhirnya aku bisa makan juga perut ku sudah mulai demo nih dari dalam.

*****
_______________________________________________________________

Amoura's POV

Ketika aku membuka pintu depan, bunda langsung menghampiriku.
"Siapa itu Moura yang nganterin kamu?", introgasi bunda langsung dimulai.
"Temen sekelas Moura, Bunda, yang ngasih cireng buat Moura waktu itu"
"Jadi karena dia toh kamu bela-belain bangun pagi buat bikinin cireng spesial?", selidik bunda dengan tatapan mata ingin tahu.
"Ayah kan selalu bilang kalau kita harus balas budi. Moura cuma ngelakuin itu aja kok bunda..", jawabku sedikit enggan mengingat sikap aneh Koko tadi siang.
Bunda pun menghela napasnya perlahan sembari mengusap kepala ku.
"Buruan gih, ganti bajunya. Nanti dokter Bryan kelamaan nunggu", ujar bunda lembut.
Aku segera ke kamar dan bersiap. Jadwal rutinku setiap bulan, check up.

*****
Aku lahir dengan kelainan pada katup jantungku. Katup jantungku berukuran lebih kecil dibandingakan dengan katup jantung normal. Akibatnya detak jantungku berada di atas rata-rata. Sejak bunda menjelaskan padaku agar aku tidak melakukan aktivitas yang berat karena kelainan yang aku alami, aku pun berhenti bermain diluar rumah. Aku merasa berbeda dibandingkan yang lainnya, dan bunda pun ikut murung menyesal memberitahukan semua itu padaku.

Suatu hari bunda mengajakku main di taman dekat perumahan kami. Bunda menyiapkan sangat banyak bekal untuk kami berdua. Bunda mengajakku bermain lempar tangkap bola, kemudian mengajak teman-teman bermainku dulu untuk ikut bergabung, setelahnya kami makan bersama. Bekal yang bunda siapkan pun habis tak bersisa. Sejak saat itu aku tidak lagi mengurung diri di rumah, aku bermain seperti biasanya, meski jam bermainku tidak lebih lama dibandingkan teman-teman yang lain.

*****
Seiring berjalannya waktu aku tak lagi bermain bersama teman-temanku. Aku seringkali tak bisa menyesuaikan diri dengan aktivitas dan kegiatan mereka. Aku buruk dalam olahraga, dan satu-satunya keahlianku yang dapat diandalkan adalah belajar. Membaca, menulis, dan mengingat. Akhirmya sedikit demi sedikit terbentuk jarak antara aku dan sekitarku. Semakin lama jarak itu kian melebar dan tanpa sadar aku menjadi penyendiri. Orang lainpun mulai enggan mendekatiku. Tetapi anehnya Koko dengan senang hati mau menyapaku terlebih dahulu. Aku tau sikapku tadi keterlaluan. Mungkin tadi Koko sedang ada masalah, dan aku tidak memperhatikan itu. Mungkin esok aku akan meminta maaf pada Koko dan menjelaskan alasanku. Mungkin dengan Koko aku bisa mulai membuat ikatan lagi.

*****

0 komentar:

Posting Komentar