Screen Shot Malam Keberangkatan Chopper-Sakura untuk Dokter Hiluluk |
Kisah ini dimulai ketika saya ditawari untuk mencoba menulis estafet oleh Dik Putu Arya, dimana Dik Putu menulis permulaan kisah dan kemudian saya melanjutkan bab lainnya untuk kemudian diteruskan lagi oleh Dik Putu. Namun, karena saya punya keinginan terpendam menulis novel dengan dua POV yang berbeda, saya meminta agar Dik Putu mengerjakan POV dari tokoh utama pria sedang saya mengerjakan POV dari tokoh utama wanita. Akhirnya jadilah kisah ini, yang sejujurnya plot, alur dan judul saya serahkan kepada Dik Putu (sebut saja saya hanya mau mengerjakan bagian yang mudah *slapped*)
Well, selamat dinikmati~
_________________________________________________________________
Sebelumnya: Hangatnya Gorengan di Kala Senja: Cireng 3
_______________________________________________________________
Rico's POV
DINA
Hah, gara-gara bel masuk kelas sudah berbunyi, aku tak sempat baca komik nya. Ya, meski begitu, sekarang aku
sedikit tau karakter Moura.
Aku
kembali duduk dan menyiapkan buku pelajaran saat ini aduh iya PR yang ku
kerjakan kemarin. Sebenarnya aku mengerjakan PR itu dengan asal-asalan. Habis mau bagaimana lagi, sulit semua. Masa
aku harus tanya emak ku tentang logaritma, yang benar saja .
Tiba-tiba Rohman datang dan terlihat panik. "Aduh ko, gua lupa ngerjain PR. Nyontek dong."
"Wahh
gawat tuh bro gurunya killer lagi. Nih aku juga baru buat", ucapku sambil memerikan buku PR ku padanya.
"Waduhhhh
thanks yaaa brooo lu emang temen gue", Rohman menyambut sambil menepuk bahu ku.
Aku
tertawa dalam hati. Kali ini aku punya teman saat remidi nanti.
Murid -murid
berhamburan masuk kelas, dan tak lama kemudian pak guru terlihat dari ke jauhan
sedang menuju kemari, Rohman menjadi tambah panik, dia mengerjakannya dengan
terburu-buru. Aku memperhatikan keluar jendela. Kulihat lagi pak guru itu dengan lebih teliti dan
ternyata itu bukan pak guru matematika dari gayanya sudah terlihat bahwa itu
pak guru sejarah. Beliau mulai memasuki kelas namun tak duduk
"Asalamualaikum
anak -anak "sapanya hangat
""Waalaikum
salam"" jawab murid serentak
"Kalian pasti heran kenapa saya yang datang hari ini. Pak Patrio tadi
berpesan bahwa beliau harus menghadiri rapat kurikulum guru matematika di
kantor dinas, dan beliau berpesan agar kalian mengerjakan latihan di halaman 49
untuk dikumpul pada pertemuan selanjutnya." tak
lama setelah itu beliau pergi.
"Yaaaaaay
jam kosong lagiiii" teriak Ikhsan kegirangan
Murid
-murid berhamburan
"Sekarang
gue nggak perlu ngerjain ginian hahaha merdekaaaa"
"Hei
Rohman jangan ribut " tegur Devi sang ketua kelas
"Biarin
yeeee dasar mak lampir sekolahan" ejek si Rohman
"Apa
sini loe kalau berani!!!" sahut Devi dengan galak
Dan
kejar-kejaran diantara mereka pun di mulai ,Sementara itu aku asik membaca
komik dan Moura terlihat jengkel karena kehilangan konsentrasi aku tergelitik
melihat nya. Guru
BK mengintip dari luar jendela dan mereka kembali duduk. Pak
guru BK itu memandangi Rohman dengan raut wajah marah, namun Rohman tersenyum seakan tak
bersalah
**************
Aku
memakai helm ku dan memeriksa bensin motor ku .ku rasa ini lebih cukup untuk
pulang ke rumah saat ku tutup bagasi nya saat itu juga terdengar panggilan. "Heyyyy
koooko" panggilnya dengan suara lantang.
"Iyaaaaa
" sahutku dengan suara lantang
Tunggu sebentar kalau tidak salah nama tadi mirip dengan merk jeli yang sering ku beli di warung dulu. Oh iyaaa saat SD cemilan yang kusukai adalah jeli.
Aku
menyalakan mesin motor butut ku dan dia mulai duduk di jok belakangku.
Sebenarnya
aku agak nervous karena ini pertama kali nya aku membonceng seorang gadis. Aku
mulai menarik gas dan meninggalkan parkiran lalu kusapa satpam yang bertugas
saat itu .
"Pak pulang duluan ya "
"Iya
hati - hati di jalan dik " sahut dengan senyum ramah nya
Oh iya si Moura nggak bawa helm sepertinya aku harus berhati -hati aku juga tak tau rumah nya .
"Moura
rumah kamu dimana ?"
"Kelurahan
Tegal Asih RT 23" Jawabnya
Aku
sedikit terkejut karena rumah nya tak jauh dari desaku.
"Ohhh
ngomong- ngomong tumben kamu mau pulang bareng temen ?"
" Aku lagi irit aja kok,
pingin nabung. Ya, dari pada naik ojek mendingan pulang bareng kayak sekaarang
kan " sahutnya
"Hooo
gitu toh"
Dia
memang anak yang cuek tapi dia gadis yang baik dan jujur
"Belok
kiri " dia mencoba menunjuk jalan
"Terus
?"
" Ah, udah lurus aja,
dikit lagi nyampe "
Saat
sampai di depan rumah nya yang bertulis kan RT 23 di depan rumah nya aku kagum
rumah nya tak begitu besar tapi juga tak begitu kecil desain nya klasik mirip
dengan gaya rumah belanda dengan kaca jendela yang besar dan juga lingkungan
nya sangat bersih
"Makasi
ya " dengan senyum manis " iyaaa " jawab ku
Moura
membuka pintu rumah nya dan saat itu ponselku bergetar
Aku
mendapat sebuah pesan
Dah
lama ya rasa nya kita nggak ketemu banyak hal yang ingin aku ceritain ke kamu
tapi kusimpan nanti saja saat kita bertemu aku ingin tau tinggimu seberapa, apa
rambutmu masih keriting seperti dulu, kamu suka pelajaran pelajaran apa,apa
kamu masih tidak suka pedas pokoknyaaa semuanyaaa deh.
Kemarin aku lomba membuat puisi tapi sayangnya aku hanya juara 2 di tingkat provinsi. Aku mulai depresi saat itu aku mengurung diri di rumah lalu tiba-tiba ibuku masuk dan menyuruh ku berkemas karena mulai besok aku akan jadi tetanggamu yang baru disana
Semoga
stress ku bisa hilang disana dan bisa mendapat ide-ide baru untuk membuat puisi
.
Dah
ya gitu aja
Your
cute best friend and your new neighbours
Dina
:3'
Waduhhh kamarku masih berantakan. Kok bisa mendadak gini yaaa, mana kaus kaki ku berantakan lagi di rumah aduhhh sial nya.
_________________________________________________________________________
Amoura's POV
First
Sesaat
setelah bel berbunyi semua murid berdesakan masuk ke dalam kelas. Maklum,
karena setelah ini adalah kelas Matematika-nya Pak Patrio yang terkenal galak.
Aku memperhatikan wajah teman sebangku Koko yang berkerut panik saat memasuki
kelas. Khas wajah seseorang yang belum mengerjakan PR. Beberapa murid lain pun
tampak gelisah karena ada beberapa soal yang dikerjakan dengan asal-asalan. Aku
mendengus sebal karena suara riuh saat ini sangat mengganggu. Aku memandangi
sketsa ranting pohon yang belum selesai ku gambar, sebelum menutup buku sketsa
ku dan mengembalikannya ke dalam tas, menggantinya dengan buku PR
matematika ku.
“Nurul,
boleh pinjam buku PR lu nggak? Gue nggak tau jawaban nomer empat nih.”,
Siti yang duduk di depanku memanggil Nurul yang duduk di barisan paling depan.
“Pinjem
PR Moura aja deh, dia kan murid kesayangan Pak Patrio, pasti dia tau”, Nurul
menyahut sambil mendelik ke arahku, setelahnya dia membuang muka mengabaikan
Siti.
Siti
berbalik perlahan menghadapku dan dengan terbata-bata meminjam buku PR yang
sedang ku pegang.
“Nomer
4,5, dan 7 nggak aku bikin karena aku nggak paham”, aku merespon permohonan
Siti seraya menunjukkan PR-ku .
“Berani
banget lu Moura, Pak Patrio bakal ngamuk nanti. Ah, yaudah deh gue pinjem
ama yang lain aja.”, Siti langsung berbalik dan hendak berdiri, tepat sebelum
Pak Burhan, guru sejarah kami memasuki kelas.
“Assalamu’alaikum
anak-anak.”
“Wa’alaikumussalam
pak.”
“Kalian
pasti heran kenapa saya yang datang hari ini. Pak Patrio tadi berpesan bahwa
beliau harus menghadiri rapat kurikulum guru matematika di kantor dinas, dan
beliau berpesan agar kalian mengerjakan latihan di halaman 49 untuk dikumpul
pada pertemuan selanjutnya.”
“Baiiiik
pak”, semua menyahut dengan wajah bahagia, terlebih teman sebangku Koko.
Setelah
mengucapkan salam dan berpesan agar tidak membuat keributan dan dengan tenang
mengerjakan tugas, Pak Burhan keluar dari kelas.
“Bikin
tugas atau lanjutin sketsa ya?”, aku bergumam perlahan, tak acuh pada suasana
kelas yang mulai gaduh, ber-euforia atas jam kosong siang ini.
Aku pun
memilih melanjutkan sketsa dan menuliskan tugas hari ini sebagai PR pada buku
agenda ku. Tapi saat akan melanjutkan sketsa, aku teringat perkataan Nurul yang
menyebutku sebagai anak kesayangan Pak Patrio. Aku dan Pak Patrio memang cukup
dekat, karena bagaimanapun, beliau adalah sakah satu kerabatku. Aku ingat
ketika aku ngotot ingin sekolah saat aku baru saja keluar dari rumah
sakit, Pak Patrio berjanji akan menjagaku dan mengantarkanku ke sekolah. Saat
itulah Nurul melihatku datang bersama Pak Patrio, saat itu juga dia tau bahwa
aku adalah kerabat Pak Patrio. Di kelasku dulu dia menyebarkan berita bahwa
nilai matematika ku selalu di atas rata-rata kelas karena aku adalah kerabat
Pak Patrio. Sejujurnya itulah kali pertama aku menjadi sangat kesal dengan
Nurul. Pak Patrio sempat dipertanyakan profesionalitasnya oleh kepala sekolah
saat berita itu menyebar. Untungnya Pak Kepala Sekolah tidak memperpanjang
masalah tersebut setelah melihat sendiri hasil ujianku saat di test ulang.
Aku
sendiri sering mengunjungi rumah Pak Patrio di hari libur untuk menanyakan
langsung tentang tugas-tugas yang tidak ku pahami. Sekalian mengunjungi Ciko,
anak laki-laki Pak Patrio yang masih berusia 3 tahun. Istri Pak Patrio juga
selalu menghidangkan banyak cemilan manis setiap kali aku berkunjung. Karena
itulah selama ini aku selalu mengerjakan tugas dengan baik. Keberadaan Nurul di
kelasku, benar-benar membuatku sangat terganggu.
Kelas
semakin gaduh seperti suara dalam pikiranku, dan setiap kali aku merasa kalut
seperti ini aku akan berkeringat dingin, dan benar saja tangan dan kaki ku
terasa sangat dingin. Aku pun keluar dari kelas dengan diam-diam membawa botol
kecil dari dalam ranselku.
********
Aku
kembali ke kelas setelah bel pulang sekolah berbunyi. Koko sudah tidak berada
di kelas, hanya ada petugas piket kelas yang tengah sibuk merapihkan meja dan
menyapu kelas. Aku segera mengambil tasku dan berjalan menuju parkiran. Koko
sedang memasang helm-nya ketika aku sampai di pelataran parkiran sekolah.
Segera saja aku berteriak memanggil namanya, khawatir dia lupa akan janjinya
atau sengaja meninggalkanku. Koko berbalik ke arahku dan berteriak dengan
lantang, “Iyaaaa”.
Aku
segera duduk dibelakang koko dan berpegangan dengan kuat pada bagian belakang
motor. Koko pun menghidupkan mesin dan meninggalkan pelataran sekolah seraya
berpamitan pada satpam yang disahut dengan sebuah senyuman hangat oleh satpam
yang ku kenali bernama Rusdi dari baju seragamnya. Entah Koko dan Pak Rusdi
memang akrab, atau mereka berdua sama-sama tipe orang yang ramah, aku tidak
dapat menentukannya.
********
“Moura,
rumah kamu dimana?” Koko bertanya setelah kami cukup jauh dari sekolah.
“Kelurahan
Tegal Asih RT 23”, jawabku singkat
“Oh,
ngomong-ngomong tumben kamu mau pulang bareng temen?”, Tanya Koko lagi.
“Aku
lagi irit aja kok, pingin nabung. Ya, dari pada naik ojek mendingan pulang
bareng kayak sekaarang kan?” sahutku berbohong. Bagaimanapun aku tak yakin Koko
harus tau alasanku yang sebenarnya.
“Hooo,
gitu toh” sahut Koko pendek.
*******
“Ntar
di depan belok kiri Koko”, aku mengarahkan koko menuju rumahku.
“Terus?”
“Ah,
udah lurus aja, dikit lagi nyampe.”
Kemudian
aku meminta Koko berhenti di depan rumah berpagar putih dengan gaya Belanda
dengan pekarangan yang cukup luas, rumahku. Aku memperhatikan Koko yang
memandangi rumahku. Aku paham, banyak yang menganggap rumah dengan gaya kuno
seperti rumahku ini sangat jauh dari modern dan mirip dengan rumah-rumah horror.
Tapi kami semua selalu merawat rumah peninggalan kakekku ini dengan sangat
telaten. Meski tetap mempertahankan arsitekturnya yang kuno, tapi rumahku tetap
terlihat asri dan cerah, begitu yang pernah Bi Iyem, pembantu di rumahku katakan
setelah kami bersama-sama mengecat ulang rumah ini akhir tahun lalu.
“Makasih
ya”, sahutku saat Koko selesai memandangi rumahku.
“Iyaaaa”
Aku
melemparkan seulas senyum dan kemudian membuka pintu pagar, bergegas masuk ke
dalam rumah. Tak menyadari bahwa Koko masih berdiri di depan rumahku.
********
See you soon~
0 komentar:
Posting Komentar