WHAT'S NEW?
Loading...

Hangatnya Gorengan di Kala Senja : Cireng 4

Screen Shot Malam Keberangkatan Chopper-Sakura untuk Dokter Hiluluk


Kisah ini dimulai ketika saya ditawari untuk mencoba menulis estafet oleh Dik Putu Arya, dimana Dik Putu menulis permulaan kisah dan kemudian saya melanjutkan bab lainnya untuk kemudian diteruskan lagi oleh Dik Putu. Namun, karena saya punya keinginan terpendam menulis novel dengan dua POV yang berbeda, saya meminta agar Dik Putu mengerjakan POV dari tokoh utama pria sedang saya mengerjakan POV dari tokoh utama wanita. Akhirnya jadilah kisah ini, yang sejujurnya plot, alur dan judul saya serahkan kepada Dik Putu (sebut saja saya hanya mau mengerjakan bagian yang mudah *slapped*)

Well, selamat dinikmati~

_________________________________________________________________

_______________________________________________________________

Rico's POV
DINA

Hah, gara-gara bel masuk kelas sudah berbunyi, aku tak sempat baca komik nya. Ya, meski begitu, sekarang aku sedikit tau karakter Moura.



Aku kembali duduk dan menyiapkan buku pelajaran saat ini aduh iya PR yang ku kerjakan kemarin. Sebenarnya aku mengerjakan PR itu dengan asal-asalan. Habis mau bagaimana lagi, sulit semua. Masa aku harus tanya emak ku tentang logaritma, yang benar saja .

Tiba-tiba Rohman datang dan terlihat panik. "Aduh ko, gua lupa ngerjain PR. Nyontek dong."
"Wahh gawat tuh bro gurunya killer lagi. Nih aku juga baru buat", ucapku sambil memerikan buku PR ku padanya.
"Waduhhhh thanks yaaa brooo lu emang temen gue", Rohman menyambut sambil menepuk bahu ku.
Aku tertawa dalam hati. Kali ini aku punya teman saat remidi nanti.

Murid -murid berhamburan masuk kelas, dan tak lama kemudian pak guru terlihat dari ke jauhan sedang menuju kemari, Rohman menjadi tambah panik, dia mengerjakannya dengan terburu-buru. Aku memperhatikan keluar jendela. Kulihat lagi pak guru itu dengan lebih teliti dan ternyata itu bukan pak guru matematika dari gayanya sudah terlihat bahwa itu pak guru sejarah. Beliau mulai memasuki kelas namun tak duduk

"Asalamualaikum anak -anak "sapanya hangat
""Waalaikum salam"" jawab murid serentak
"Kalian pasti heran kenapa saya yang datang hari ini. Pak Patrio tadi berpesan bahwa beliau harus menghadiri rapat kurikulum guru matematika di kantor dinas, dan beliau berpesan agar kalian mengerjakan latihan di halaman 49 untuk dikumpul pada pertemuan selanjutnya." tak lama setelah itu beliau pergi.

"Yaaaaaay jam kosong lagiiii" teriak Ikhsan kegirangan
Murid -murid berhamburan
"Sekarang gue nggak perlu ngerjain ginian hahaha merdekaaaa"
"Hei Rohman jangan ribut " tegur Devi sang ketua kelas
"Biarin yeeee dasar mak lampir sekolahan" ejek si Rohman
"Apa sini loe kalau berani!!!" sahut Devi dengan galak
Dan kejar-kejaran diantara mereka pun di mulai ,Sementara itu aku asik membaca komik dan Moura terlihat jengkel karena kehilangan konsentrasi aku tergelitik melihat nya. Guru BK mengintip dari luar jendela dan mereka kembali duduk. Pak guru BK itu memandangi Rohman dengan raut wajah marah, namun Rohman tersenyum seakan tak bersalah
**************
Aku memakai helm ku dan memeriksa bensin motor ku .ku rasa ini lebih cukup untuk pulang ke rumah saat ku tutup bagasi nya saat itu juga terdengar panggilan. "Heyyyy koooko" panggilnya dengan suara lantang.

"Iyaaaaa " sahutku dengan suara lantang

Tunggu sebentar kalau tidak salah nama tadi mirip dengan merk jeli yang sering ku beli di warung dulu. Oh iyaaa saat SD cemilan yang kusukai adalah jeli.

Aku menyalakan mesin motor butut ku dan dia mulai duduk di jok belakangku.
Sebenarnya aku agak nervous karena ini pertama kali nya aku membonceng seorang gadis. Aku mulai menarik gas dan meninggalkan parkiran lalu kusapa satpam yang bertugas saat itu .

"Pak pulang duluan ya "
"Iya hati - hati di jalan dik " sahut dengan senyum ramah nya

Oh iya si Moura nggak bawa helm sepertinya aku harus berhati -hati aku juga tak tau rumah nya .
"Moura rumah kamu dimana ?"
"Kelurahan Tegal Asih RT 23" Jawabnya
Aku sedikit terkejut karena rumah nya tak jauh dari desaku.
"Ohhh ngomong- ngomong tumben kamu mau pulang bareng temen ?"
" Aku lagi irit aja kok, pingin nabung. Ya, dari pada naik ojek mendingan pulang bareng kayak sekaarang kan " sahutnya
"Hooo gitu toh"
Dia memang anak yang cuek tapi dia gadis yang baik dan jujur
"Belok kiri " dia mencoba menunjuk jalan
"Terus ?"
" Ah, udah lurus aja, dikit lagi nyampe "
Saat sampai di depan rumah nya yang bertulis kan RT 23 di depan rumah nya aku kagum rumah nya tak begitu besar tapi juga tak begitu kecil desain nya klasik mirip dengan gaya rumah belanda dengan kaca jendela yang besar dan juga lingkungan nya sangat bersih
"Makasi ya " dengan senyum manis " iyaaa " jawab ku
Moura membuka pintu rumah nya dan saat itu ponselku bergetar
Aku mendapat sebuah pesan

Dear rico coco bandicot

Dah lama ya rasa nya kita nggak ketemu banyak hal yang ingin aku ceritain ke kamu tapi kusimpan nanti saja saat kita bertemu aku ingin tau tinggimu seberapa, apa rambutmu masih keriting seperti dulu, kamu suka pelajaran pelajaran apa,apa kamu masih tidak suka pedas pokoknyaaa semuanyaaa deh.

Kemarin aku lomba membuat puisi tapi sayangnya aku hanya juara 2 di tingkat provinsi. Aku mulai depresi saat itu aku mengurung diri di rumah lalu tiba-tiba ibuku masuk dan menyuruh ku berkemas karena mulai besok aku akan jadi tetanggamu yang baru disana
Semoga stress ku bisa hilang disana dan bisa mendapat ide-ide baru untuk membuat puisi .
Dah ya gitu aja
Your cute best friend and your new neighbours
Dina :3'

Waduhhh kamarku masih berantakan. Kok bisa mendadak gini yaaa, mana kaus kaki ku berantakan lagi di rumah aduhhh sial nya.
_________________________________________________________________________


Amoura's POV
First


Sesaat setelah bel berbunyi semua murid berdesakan masuk ke dalam kelas. Maklum, karena setelah ini adalah kelas Matematika-nya Pak Patrio yang terkenal galak. Aku memperhatikan wajah teman sebangku Koko yang berkerut panik saat memasuki kelas. Khas wajah seseorang yang belum mengerjakan PR. Beberapa murid lain pun tampak gelisah karena ada beberapa soal yang dikerjakan dengan asal-asalan. Aku mendengus sebal karena suara riuh saat ini sangat mengganggu. Aku memandangi sketsa ranting pohon yang belum selesai ku gambar, sebelum menutup buku sketsa ku dan mengembalikannya ke dalam tas, menggantinya dengan buku PR matematika ku.

“Nurul, boleh pinjam buku PR lu nggak? Gue nggak tau jawaban nomer empat nih.”, Siti yang duduk di depanku memanggil Nurul yang duduk di barisan paling depan.

“Pinjem PR Moura aja deh, dia kan murid kesayangan Pak Patrio, pasti dia tau”, Nurul menyahut sambil mendelik ke arahku, setelahnya dia membuang muka mengabaikan Siti.

Siti berbalik perlahan menghadapku dan dengan terbata-bata meminjam buku PR yang sedang ku pegang.

“Nomer 4,5, dan 7 nggak aku bikin karena aku nggak paham”, aku merespon permohonan Siti seraya menunjukkan PR-ku .

“Berani banget lu Moura, Pak Patrio bakal ngamuk nanti. Ah, yaudah deh gue pinjem ama yang lain aja.”, Siti langsung berbalik dan hendak berdiri, tepat sebelum Pak Burhan, guru sejarah kami memasuki kelas.

“Assalamu’alaikum anak-anak.”

“Wa’alaikumussalam pak.”

“Kalian pasti heran kenapa saya yang datang hari ini. Pak Patrio tadi berpesan bahwa beliau harus menghadiri rapat kurikulum guru matematika di kantor dinas, dan beliau berpesan agar kalian mengerjakan latihan di halaman 49 untuk dikumpul pada pertemuan selanjutnya.”

“Baiiiik pak”, semua menyahut dengan wajah bahagia, terlebih teman sebangku Koko.

Setelah mengucapkan salam dan berpesan agar tidak membuat keributan dan dengan tenang mengerjakan tugas, Pak Burhan keluar dari kelas.

“Bikin tugas atau lanjutin sketsa ya?”, aku bergumam perlahan, tak acuh pada suasana kelas yang mulai gaduh, ber-euforia atas jam kosong siang ini.

Aku pun memilih melanjutkan sketsa dan menuliskan tugas hari ini sebagai PR pada buku agenda ku. Tapi saat akan melanjutkan sketsa, aku teringat perkataan Nurul yang menyebutku sebagai anak kesayangan Pak Patrio. Aku dan Pak Patrio memang cukup dekat, karena bagaimanapun, beliau adalah sakah satu kerabatku. Aku ingat ketika aku ngotot ingin sekolah saat aku baru saja keluar dari rumah sakit, Pak Patrio berjanji akan menjagaku dan mengantarkanku ke sekolah. Saat itulah Nurul melihatku datang bersama Pak Patrio, saat itu juga dia tau bahwa aku adalah kerabat Pak Patrio. Di kelasku dulu dia menyebarkan berita bahwa nilai matematika ku selalu di atas rata-rata kelas karena aku adalah kerabat Pak Patrio. Sejujurnya itulah kali pertama aku menjadi sangat kesal dengan Nurul. Pak Patrio sempat dipertanyakan profesionalitasnya oleh kepala sekolah saat berita itu menyebar. Untungnya Pak Kepala Sekolah tidak memperpanjang masalah tersebut setelah melihat sendiri hasil ujianku saat di test ulang.

Aku sendiri sering mengunjungi rumah Pak Patrio di hari libur untuk menanyakan langsung tentang tugas-tugas yang tidak ku pahami. Sekalian mengunjungi Ciko, anak laki-laki Pak Patrio yang masih berusia 3 tahun. Istri Pak Patrio juga selalu menghidangkan banyak cemilan manis setiap kali aku berkunjung. Karena itulah selama ini aku selalu mengerjakan tugas dengan baik. Keberadaan Nurul di kelasku, benar-benar membuatku sangat terganggu.

Kelas semakin gaduh seperti suara dalam pikiranku, dan setiap kali aku merasa kalut seperti ini aku akan berkeringat dingin, dan benar saja tangan dan kaki ku terasa sangat dingin. Aku pun keluar dari kelas dengan diam-diam membawa botol kecil dari dalam ranselku.

********

Aku kembali ke kelas setelah bel pulang sekolah berbunyi. Koko sudah tidak berada di kelas, hanya ada petugas piket kelas yang tengah sibuk merapihkan meja dan menyapu kelas. Aku segera mengambil tasku dan berjalan menuju parkiran. Koko sedang memasang helm-nya ketika aku sampai di pelataran parkiran sekolah. Segera saja aku berteriak memanggil namanya, khawatir dia lupa akan janjinya atau sengaja meninggalkanku. Koko berbalik ke arahku dan berteriak dengan lantang, “Iyaaaa”.

Aku segera duduk dibelakang koko dan berpegangan dengan kuat pada bagian belakang motor. Koko pun menghidupkan mesin dan meninggalkan pelataran sekolah seraya berpamitan pada satpam yang disahut dengan sebuah senyuman hangat oleh satpam yang ku kenali bernama Rusdi dari baju seragamnya. Entah Koko dan Pak Rusdi memang akrab, atau mereka berdua sama-sama tipe orang yang ramah, aku tidak dapat menentukannya.

********

“Moura, rumah kamu dimana?” Koko bertanya setelah kami cukup jauh dari sekolah.

“Kelurahan Tegal Asih RT 23”, jawabku singkat

“Oh, ngomong-ngomong tumben kamu mau pulang bareng temen?”, Tanya Koko lagi.

“Aku lagi irit aja kok, pingin nabung. Ya, dari pada naik ojek mendingan pulang bareng kayak sekaarang kan?” sahutku berbohong. Bagaimanapun aku tak yakin Koko harus tau alasanku yang sebenarnya.

“Hooo, gitu toh” sahut Koko pendek.

*******

“Ntar di depan belok kiri Koko”, aku mengarahkan koko menuju rumahku.

“Terus?”

“Ah, udah lurus aja, dikit lagi nyampe.”

Kemudian aku meminta Koko berhenti di depan rumah berpagar putih dengan gaya Belanda dengan pekarangan yang cukup luas, rumahku. Aku memperhatikan Koko yang memandangi rumahku. Aku paham, banyak yang menganggap rumah dengan gaya kuno seperti rumahku ini sangat jauh dari modern dan mirip dengan rumah-rumah horror. Tapi kami semua selalu merawat rumah peninggalan kakekku ini dengan sangat telaten. Meski tetap mempertahankan arsitekturnya yang kuno, tapi rumahku tetap terlihat asri dan cerah, begitu yang pernah Bi Iyem, pembantu di rumahku katakan setelah kami bersama-sama mengecat ulang rumah ini akhir tahun lalu.

“Makasih ya”, sahutku saat Koko selesai memandangi rumahku.

“Iyaaaa”

Aku melemparkan seulas senyum dan kemudian membuka pintu pagar, bergegas masuk ke dalam rumah. Tak menyadari bahwa Koko masih berdiri di depan rumahku.

********

See you soon~ 

0 komentar:

Posting Komentar