WHAT'S NEW?
Loading...

Book : I want to Hear Your Voice (Anata no Koe ga Kikitai)

Anata no Koe ga Kikitai

Judul Buku : True Story: I Want To Hear Your Voice (Anata no Koe ga Kikitai)
ISBN : 978-60200-3198-9
Penerbit : PT.
Elex Media Komputindo
Penulis : Etsuko Kishikawa
Tebal : 108halaman + cover
___________________________________________________________________________________

Blurb

Kanako yang dibesarkan oleh orangtua penyandang tuna rungu telah merasakan sakitnya diskriminasi tak berperasaan dari lingkungannya. Terkadang dia juga merasa kesal karena tidak bisa bercakap-cakap dengan orangtuanya layaknya teman-teman yang lain. Tetapi, dia selalu diselimuti kasih sayang dari kedua orangtuanya dan terus tumbuh dengan baik. Saat ini, kanako telah dewasa dan menjadi seorang perawat yang dapat menggunakan bahasa isyarat.
I Want To Hear Your Voice berkisah tentang kehidupan  masa kecil Kanako bersama keluarganya. Kisah yang sungguh menyentuh dan memikat hati pembaca.

_______________________________________________________

Kanako terlahir sebagai putri dari suami-istri penyandang tuna rungu. Ketika kecil, Kanako sadar bahwa kondisi keluarganya berbeda dengan teman-temannya. Dia tidak bisa berkomunikasi secara lancar dengan orangtuanya, bahkan Kanako merasa marah dan kesal atas kondisi ini. Namun, disemangati oleh Ayah, Ibu, bahkan Neneknya, Kanako belajar untuk menghadapi segala diskriminasi yang diterima keluarganya dengan ceria. Berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lalunya membulatkan tekad Kanako untuk bekerja sebagai seorang perawat yang mampu memahami bahasa isyarat sehingga dia bisa membantu orang lain yang memiliki kekurangan.
___________________________________________________________________________________

Sejujurnya saya agak terkejut ketika membeli buku ini, karena ternyata penerbitnya Elex Media Komputindo yang lebih dikenal menerbitkan komik terjemahan. Namun saya suka desain cover-nya dan pilihan warna yang digunakan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, novel ini merupakan kisah nyata dari Kanako, seorang pearawat di suatu rumah sakit. Kedua orangtua Kanako merupakan tuna rungu, ayahnya sudah tidak dapat medengar sejak lahir, dan ibunya sendiri kehilangan pendengarannya akibat demam tinggi semasa bayi. Mengambil latar belakang kehidupan keluarga kecil yang sederhana, dan diskriminasi terhadap penyandang kebutuhan khusus yang terjadi sehari-hari, novel ini membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan dan cara memandang hidup serta menikmati hidup itu sendiri.
Hal menarik dari novel ini adalah beberapa contoh dasar bahasa isyarat yang dijelaskan dengan gambar. Selain itu novel ini sendiri merupakan novel bergambar, dimana gambar ilustrasi pada novel dikerjakan oleh Jun Okamoto.
Berikut, kutipan-kutipan penuh makna dalam novel ini..
“Apa sebenarnya arti dari bisa mendengar, tidak bisa mendengar. Bisa melihat, tidak bisa melihat. Bisa berbicara, tidak bisa berbicara”
“Bagi orang tuna rungu, untuk bisa mendengar adalah suatu anugerah yang teramat indah. Bayangkan jika diri kita sendiri tidak bisa mendengar…”
-Aoyagi Sensei- 
“Kita merasa tidak mampu menjalani cobaan berat, padahal sebenarnya Tuhan mengetahui seberapa besar kekuatan kita untuk menerimanya, dan kita diberi cobaan tersebut sebagai sebuah PR kehidupan agar kita bisa belajar darinya”
-Ibu kepada Kanako- 
Kanako kecil, Nenek, dan orangtua Kanako sangat menginspirasi, dengan banyaknya scene mengharukan, seperti saat ketika Kanako kecil merasa lelah karena selalu mendapat perlakuan diskriminasi, ia mengeluh kepada neneknya.
Ketika nenek yang merasa berasa bersalah atas kondisi ibu Kanako terus mengkhawatirkan putrid bungsunya itu hingga akhir hayatnya.
Ketika Kanako kecil merengek sepulang sekolah namun kedua orangtuanya tidak mendengar tangisannya.
Kanako yang kecil yang ingin memenangkan penghargaan tentang Hak Asasi Manusia, terkait sikap diskriminasi kepada orang berkebutuhan khusus dan keluarganya.

Kanako kecil yang diajarkan ibu dan neneknya untuk tidak berlaku jahat pada orang-orang yang memperlakukannya dengan buruk.


“Bunga juga mempunyai perasaan. Cantik, ya. Indah, ya. Ooh harumnya... Jika kita merawatnya sejak masih berupa bibit sambil selalu memberikan pujian, maka bunga itu akan tumbuh menjadi bunga yang cantik. Sama halnya dengan anak manusia. Nenek pikir, anak yang selalu mengganggu dan menjahati, pasti ia hanya merasa kesepian. Akan sangat bagus kalau Kanako bisa berbuat baik terhadap anak-anak seperti itu”.
-Nenek kepada Kanako-


“Tertawalah, maka kebahagiaan akan datang”.
-Ibu kepada Kanako-

Dan lainnya.
Mohon maaf, kali ini saya tidak menuliskan dengan lengkap catatan penulis yang mengisahkan pertemuannya dengan Kanako hingga terbitnya buku ini, secara singkat saya dapat mengatakan bahwa penulis berjanji pada Kanako akan membuatkan kisah tentangnya suatu hari nanti.
Buku ini ditulis oleh Kishikawa-san, tiga tahun setelah pertemuannya dengan Kanako di rumah sakit. Saat itu Kishikawa-san tengah sakit, dan ketika Kanako menemukan sebuah buku yang ditulis oleh Kishikawa-san di kamar rawatnya, Kanako memberitahu bahwa buku tersebut merupakan favorit ibunya, sebuah novel yang berkisah tentang seorang anak lelaki tuna rungu dan adik perempuannya. Kanako berujar, ibunya selalu menangis setiap kali membaca buku tersebut pada bagian yang sama.
Saya suka dengan kata-kata Kishikawa-san yang mengatakan bahwa setiap pertemuan yang terjadi dalam hidup kita telah ditentukan sejak kita masih berada dalam kandungan, dan itu bukanlah sebuah kebetulan.


“Bunga itu juga punya perasaan. Jika kita merawatnya sambil berbicara lembut, maka ia akan tumbuh dengan cantik. Tetapi jika kita merawatnya dengan tidak sabaran dan selalu kesal, maka bunga itu akan tumbuh berwarna suram. Bunga itu bagaikan cerminan hatimu”.

-Nenek kepada Kanako-

Pada novel ini terlihat dengan jelas pentingnya komunikasi dan keterbukaan, khususnya dalam keluarga. Ketika Kanako dewasa, bertemu dengan seorang anak kecil, pasien di rumah sakit tempat ia bekerja, Kanako seolah melihat dirinya yang dulu. Anak bernama Kengo yang tidak pernah tersenyum itu, ternyata tidak tahu bahwa kedua orangtuanya tuna rungu, dalam beberapa kasus memang ada keluarga atau orangtua yang menyembunyikan kekurangannya terhadap si anak, tapi kondisi tersebut justru membuat si anak merasa diabaikan dan tidak dipedulikan. Meski ayah dan ibu Kengo selalu memandang khawatir terhadap Kengo, Kengo selalu memalingkan wajah tak acuh. Setelah Kengo mengetahui dan mengerti kondisi orangtuanya, ia pun mulai tersenyum, terlebih setelah Kanako mengajarkan bahasa isyarat pada Kengo dan adik perempuannya. Keluarga kecil itu mulai bisa berkomunikasi dengan baik.

Terakhir, sebagai penutup, kalimat yang dikatakan oleh Ibu Kanako sebelum pernikahan putri nya itu adalah ...

“Anata no Koe ga Kikitai, Aku ingin mendengar suaramu”.

0 komentar:

Posting Komentar