Galeri Pribadi |
Judul
Buku : Suti
ISBN :
978 — 979 —709 – 986 - 2
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Penulis
: Sapardi Djoko Damono
Cetakan
ke : Pertama (2015)
Tebal : 192halaman + cover
_________________________________________________________________________________
Blurb
Suti adalah seorang perempuan yang dengan enteng tetapi
tegar menyaksikan dan menghayati proses perubahan masyarakat pramodern ke
modern yang dijalaninya ketika bergerak dari sebuah kampung pinggir kota ke
tengah-tengah kota besar.
Ia bergaul dengan gerombolan pemuda berandalan maupun
keluarga priayi tanpa merasa kikuk, dan melaksanakan apapun yang bisa
mendewasakan dan mecerdaskan dirinya.
Suti terlibat dalam masalah yang sangat rumit dalam
keluarga Den Sastro, yang sulit dibayangkan ujung maupun pangkalnya.
_________________________________________________________________________________
WASPADA TERHADAP SPOILER---
--SPOILER TERJADI BUKAN KARENA ADA NIAT PELAKU TETAPI
DIDUKUNG KESEMPATAN DAN PERASAAN--
Tulisan eyang Sapardi bagi saya selalu punya makna yang
luas. Setiap kali membacanya makna yang saya terima sering kali berubah. Pun
dengan novel Suti yang diterbitkan setelah novel Hujan Bulan Juni ini.
Kali pertama membacanya, hanya kisah gamblang
dipermukaan saja yang dapat saya pahami. “Oh, ini mah ceritain si Suti saja.
Dia begini.. Dia begitu..”
Ketika saya membaca untuk kali kedua, saya menemukan lagi
fakta yang baru, “Oh, ini memang keliatan sehari-hari dan biasa mungkin,
tapi..”, dan begitulah seterusnya hingga saya membaca lagi dan lagi.
Tetapi secara jujur saya awalnya menganggap tema yang
diangkat merupakan hal yang tabu. Hanya saja, memang demikianlah adanya keadaan
disekitar.
Saya sedih mengetahui peranan Suti dalam cerita ini,
prihatin sekaligus sebal, mengapa dia tidak dapat bersikap keras seperti
terhadap Dewo saat berhadapan dengan Den Sastro. Saya berharap Suti punya akhir
yang bahagia dengan Kunto. Tapi jelas itu hanyalah sebuah angan-angan belaka.
Bagi saya sendiri Kunto juga tidak sempurna, mengingat
dia tidak pernah jujur, tegas dan terbuka dengan perasaannya sendiri. Jadi saya
cenderung menganggapnya pecundang. Karakter perempuan yang justru menarik minat
saya adalah Bu Sastro, yang saya nilai lebih tegar dan kuat.
Sementara Temblok. Bagi saya meskipun dia orang yang
senang bergunjing merupakan perempuan yang lebih tenang cara berpikirnya dalam
memahami kejadian disekeliling Suti. Dia justru lebih awas dibandingkan Suti.
Yah, meskipun saya sedih dan kecewa dengan endingnya,
tak ada juga yang dapat saya lakukan. Tapi bagi saya pribadi kisah ini
memberikan pengajaran.
Jelas, tulisan dari eyang Sapardi acapkali memiliki
nasehat dan pengajaran hidup yang disampaikan tidak secara langsung. Begitulah
yang selalu saya pikirkan, dan saya terus menyetujui pendapat itu
Nah, daripada berlama-lama terus membicarakan novel ini,
sementara saya berputar-putar , ada baiknya review asalan saya ini
disudahi saja J
-----------------------------------------------------------------------
TENTANG PENULIS
Sapardi Djoko Damono (1940 - ) telah
menerbitkan puluhan buku puisi, fiksi, esai, dan konsep serta teori sastra
Buku-bukunya yang mutakhir antara lain, esai: Alih Wahana, Tirani Demokrasi,
Puisi Indonesuia Sebelum Kemerdekaan; fiksi: Hujan Bulan Juni, Trilogi
Soerkam, Pada Suatu Hari Nanti; puisi: NamakuSita, Sutradara itu
Menghapus Dialog Kita, Babad Batu, Melipat Jarak—drama: 4 Drama Satu
Babak, Pembunuhan di Katedral (terjemahan dari Murder in the Cathedral,
drama puisi karya T.S. Eliot). Pensiunan guru besar UI ini masih mengajar di Pascasarjana
FIB-UI, Pascasarjana FIB-UNDIP, Pascasarjana ISI Surakarta, dan Pascasrajana
IKJ. Sapardi bisa disapa lewat @SapardiDD.
_____________________________________________
Cuma segitu sih, gak apalah ya..
Well, boleh coba dibaca ini saat menikmati ‘me time’,
sambil menyeduh teh di sore hari.
Semoga menginspirasi. Hhehe..
Sekian, ciao~
0 komentar:
Posting Komentar