Book : Reckoning (The Fallen #4)
Tak ada pilihan lain: menang atau melebur dalam neraka |
Judul
Buku : Reckoning (The Fallen #4)
ISBN :
978 — 979 —433 – 656 - 4
Penerbit : Mizan Fantasy
Penerbit : Mizan Fantasy
Penulis
: Thomas E. Sniegoski
Cetakan
ke : Pertama (November 2011) – Indonesian Translation
Tebal : 317halaman + cover
_________________________________________________________________________________
Blurb
Suara itu terus mendengung di telinga Aarom, memintanya
segera datang. Disebuah ruang berdebu dan tak terawat, sesosok pria tergantung
lemah menanti diselamatkan. Kondisinya menyedihkan. Tangan terbelit belenggu
baja dan darah terus mengucur. Aaron mengenali pria itu. Ayahnya!
Sementara itu Vilma tak kunjung sadar. Kekuatan Angelik
dalam dirinya nyaris membahayakan penduduk Aerie, dan bahkan nyawanya. Aaron
tak mungkin meninggalkan kekasihnya dalam kondisi seperti itu. Aaron bimbang.
Menyelamatkan sang Ayah atau terus menjaga Vilma, baginya sama penting.
Namun, apapun keputusan Aaron, di luar sana, rencana
Verchiel terus berjalan. Dibutakan ambisi, Verchiel tak lagi menggunakan akal
sehatnya. Pintu neraka dibuka dan perlahan segala bentuk penderitaan merayap
naik menuju permukaan bumi. Aaron dihadapkan pada situasi sulit. Siapkah Aaron
mengorbankan orang-orang yang dikasihinya demi menghalangi rencana gila
Verchiel?
_________________________________________________________________________________
WASPADA TERHADAP SPOILER---
--SPOILER TERJADI BUKAN KARENA ADA NIAT PELAKU TETAPI
DIDUKUNG KESEMPATAN DAN PERASAAN--
Novel terakhir dari seri The Fallen ini punya nuansa beda dari seri-seri
sebelumnya. Pertama, kertas bukunya terasa lebih halus dan ringan. Selain itu
seri terakhir ini juga dilengkapi dengan bookmark.
Okay, itu mungkin gak penting, tapi yang pasti cerita di
seri terakhir ini entah kenapa tidak terasa semendebarkan seri sebelumnya.
Mungkin karena rasa penasaran saya sudah hilang, dan Camael sebagai karakter
yang saya suka sudah tidak ada lagi. Atau mungkin ini karena keberadaan Vilma
yang saya rasa menyebalkan. Ah, mungkin juga ini karena buku terakhir yang saya
anggap bakal lebih tebal ini ternyata justru lebih tipis.
Well, saya tetap enjoy dengan ceritanya. Meski sedikit
mengagetkan ketika bagian awal langsung dimulai dengan pembantaian. Verchiel
kali ini bener-bener keterlaluan, dan
para malaikat Archon juga terlalu pengecut buat terus nurut perintah
Verchiel, meski sadar kalau itu salah.
Singkatnya saya sebel saja dengan para Archon,
terutama Katspiel, yang menjadi buta karena berusaha menuruti keinginan
Verchiel. Dia yang paling kukuh dengan Jaldabaoth untuk memenuhi
keinginan Verchiel, agar tidak ikut dibunuh oleh si malaikat yang sudah
dibutakan ambisinya. Hanya archon Oraios yang bisa dibilang masih
punya kesadaran. Jadi ketika Oraios tewas tanpa pengampunan mau tak mau saya
merasa sedih.
Oh ya, yang bikin saya kecewa sih pertemuan Aaron dan
ayahnya yang suasananya kurang berasa. Terkesan flat dan nggak
ada kejutannya. Padahal saya berharap ada sesuatu yang mendebarkan dari
pertemuan itu. Sayangnya momen itupun hanya diceritakan sekilas, seolah bukan
sesuatu yang sangat penting.
Hm, apalagi ya?
Pertempuran terakhir Aaron dan Verchiel memang cukup
seru, tapi bagian ending-nya tidak saya duga. Tadinya ending yang
ada dalam pikiran saya adalah kebalikan dari ending yang disajikan. Tapi
bukan berarti saya nggak suka atau nggak puas. Saya tetep suka,
karena pada akhirnya saya sependapat bahwa ending itu lebih baik. Jujur
saja, saya justru merasa malu sendiri dengan ending yang saya pikirkan.
Hampir saja saya lupa dengan keberadaan Atliel,
malaikat buangan yang merupakan salah satu penduduk Aerie, kompor panas
yang menyudutkan Aaron. Saya sempat berpikir apakah dia akan melakukan tindakan
bodoh dan justru tewas di tangan Verchiel. Tepatnya diam-diam saya mengharapkan
hal itu terjadi.
Kematian lain yang nggak kalah bikin sedih adalah kematian Malakim
terakhir, Raphael. Padahal saya benar-benar berharap dia tetap selamat,
karena saya merasa dia yang paling bijak diantara Malakim lain, dan yang paling
bisa buat mendidik dan mengajari Aaron.
Ending yang harus diterima Lucifer juga bikin sedih dan trenyuh
sih, tapi kisahnya di epilog tidak terlalu memberikan suatu emosi..
Yah, intinya banyak bagian yang membuat saya cukup kecewa
dan kurang merasa bergairah dan semangat dalam membacanya.
_______________________________________________
Previous Book : Aerie
Well, saya gak yakin apa ada kalimat yang saya ingat untuk dijadikan kutipan, karema kebanyakan kutipan kalimat itu berkaitan dengan kitab yang tidak saya kuasai, jadi untuk kali ini akan saya skip saja ya.
Well, saya gak yakin apa ada kalimat yang saya ingat untuk dijadikan kutipan, karema kebanyakan kutipan kalimat itu berkaitan dengan kitab yang tidak saya kuasai, jadi untuk kali ini akan saya skip saja ya.
-----------------------------------------------------------------------
TENTANG PENULIS
Thomas E. Sniegoski adalah penulis
lebih dari dua puluh novel untuk dewasa, remaja dan anak-anak. Buku untuk
remajanya termasuk Legacy, Sleeper Code, Sleeper Agenda dan Force
Majeure, begitu pula dengan serial The Brimstone Network.
Sebagai seorang penulis buku komik, karya-karya Sniegoski
mencakup Stupid, Stupid Rat-Trails, serial mini prekuel dari komik hit
Internasional Bone. Sniegoski berkolaborasi dalam proyek Bone dengan
penciptanya, Jeff Smith, dan itu berarti dialah satu-satunya penulis yang
diminta untuk menggarap karakter-katrakter tersebut.
Sniegoski dilahirkan dan dibesarkan di Massachusetts,
tempatnya kini tinggal bersama istrinya LeeAnne, dan Lambrador Retriever
mereka, Mulder. Kunjungi www.sniegoski.com untuk
mengetahui lebih lanjut tentang Sniegoski.
_____________________________________________
Cuma segitu sih, gak apalah ya..
Well, boleh coba dibaca ini saat menikmati ‘me time’,
sambil menyeduh teh di sore hari.
Semoga menginspirasi. Hhehe..
Sekian, ciao~